Komunitas Muslim Indonesia di Australia Sambut Ramadan

Flickr: raasiel
Sumber :
  • abc

Kebanyakan Muslim Indonesia di Australia mengikuti keputusan Dewan Imam Australia yang memulai berpuasa hari Kamis (17/05).

Karena sedang menjelang musim dingin, puasa di Australia termasuk yang terpendek di dunia, sekitar 12 jam.

Suhu udara di beberapa kota besar, seperti Melbourne dan Canberra bahkan sudah semakin menurun.

Saat acara Satay Festival digelar di Box Hill, Melbourne, hari Sabtu (12/05), ABC mencoba berbincang dengan sejumlah warga Muslim Indonesia soal persiapan mereka di bulan puasa.

Tufel Musyadad


Tufel mengaku berpuasa di Australia lebih menyenangkan, karena masyarakatnya lebih beragam sehingga harus banyak toleransi

ABC News: Erwin Renaldi

Menanggapi aksi serangan bom yang dilakukan di tiga gereja di Surabaya, hari Minggu (13/05), Tufel, warga Indonesia asal Semarang yang kini tinggal di Adelaide mengatakan mengecam tindakan teroris, terlebih karena mereka diketahui sebagai keluarga Muslim.

"Tapi saya merasa tidak disudutkan dengan insiden tersebut, karena bagi saya ada perbedaan dalam beragama dan bernegara," ujar Tufel yang sudah tinggal di Australia sejak 2008.

Pria yang bekerja sebagai case manager justru mengaku bertanya-tanya apakah keluarga teroris telah sengaja melakukan aksinya di bulan puasa untuk menyudutkan umat Muslim.

"Saya rasa kita tidak akan terganggu dan tetap menjalankan rangkaian ibadan di bulan Ramadan dengan khidmat."

Tufel mengaku melakukan banyak melakukan diskusi dan dialog dengan warga non-Muslim di Australia bahwa Islam tidaklah memiliki konsep jihad yang seperti diberitakan.

Saat ditanya soal pengalaman Ramadan di Australia, ia mengaku berpuasa di Australia lebih menyenangkan.

"Di sini terasa lebih berwarna dan lebih banyak toleransi yang harus dilakukan," ujarnya saat dihubungi lewat telepon oleh Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

Selain bekerja, Tufel juga menjadi pengisi acara siaran berbahasa Indonesia di Radio 5EBI FM, setiap Rabu sore pukul 5 waktu setempat.

Rita Damayanti


Rita paling kangen menunggu berbuka puasa bersama keluarga atau teman-temannya.

ABC News: Erwin Renaldi

Sudah dua tahun Rita tinggal di Australia, sebagai siswa S2 di bidang pendidikan di Monash University, Melbourne. Tahun ini menjadi tahun terakhir studinya, sekaligus Ramadan terakhirnya di Australia.

"Ramadan di Australia seru, dari segi tantangan tak ada yang berarti," kata Rita.

Awalnya ia mengaku agak susah untuk mencari tempat ibadah, karena masjid yang ia tahu cukup jauh lokasinya dari rumah dan terlalu beresiko baginya jika pergi di malam hari.

"Tapi setelah 15 hari terakhir saya tahu ada masjid yang lebih dekat," tambahnya.

Rita mengaku ada perbedaan taraweh di Indonesia dengan di Australia, salah satunya adalah tidak ada ceramah dan waktu mulai yang juga disesuaikan sehingga tidak langsung selepas shalat Isha.

"Yang membuat kangen adalah "ngabuburit" (menunggu buka) dan berbuka puasa bersama keluarga, serta membeli persiapan untuk lebaran."

Muhammad Rayhan Sudrajat


Rayhan sudah berbagi tugas di dapur dengan istrinya selama bulan Ramadan.

ABC News: Erwin Renaldi

Rayhan yang berasal dari Jawa Barat baru berada di Melbourne sekitar dua bulan. Ia pindah ke Australia untuk melanjutkan studinya di bidang musik di Monash University selama dua tahun ke depan.

Ia pernah ke Melbourne di bulan puasa sebelumnya, tapi Ramadan tahun ini akan menjadi yang pertama kali baginya berpuasa sebulan penuh di Melbourne.

"Tidak ada kekhawatiran untuk Ramadan pertama, karena saya membawa istri juga dan kita berdua sudah membuat program bersama untuk sahur," katanya.

Rayhan mengaku sudah membuat jadwal untuk bulan Ramadan, termasuk rencana apa yang akan dimasak dan menunya.

"Kita masak di malam hari untuk berbuka, kemudian sisanya dimasukkan kulkas dan tinggal dipanaskan saat sahur."

Untuk urusan dapur, mereka pun berbagi tugas dimana kadang Rayhan yang memasak dan istrinya mencuci piring, atau selanjutnya.

Yana Forgione


Puasa di musim dingin tidak terlalu terasa karena waktu puasa yang lebih pendek, ujar Yana.

ABC News: Erwin Renaldi

Sudah 16 tahun Yana tinggal di Melbourne dan kini bekerja bersama perusahaan Australia Post di Melbourne.

Ia mengaku tantangan berpuasa lebih terasa saat musim panas, dimana siang hari lebih panjang sehingga waktu berbuka puasa lebih malam.

"Ada dua anak saya, usia 14 tahun dan 6 tahun, yang besar sudah ikut berpuasa dan bagi dia tantangannya adalah sehabis bangun kemudian langsung makan," katanya.

Meski sebagai ibu yang bekerja, Yana selalu menyempatkan memasak setiap hari.

"Sehabis pulang kantor, sebelum berbuka puasa, langsung memasak, karena suami juga berpuasa."

Menurutnya hal yang paling ia rindukan dari Indonesia di bulan puasa, serta di bulan-bulan lainnya, adalah mendengarkan lantunan azan.

Darlina Firstama


Darlina mengaku bersyukur karena waktu kerjanya yang lebih fleksibel di bulan Ramadan

ABC News: Erwin Renaldi

Selain bekerja, Darlina adalah perempuan yang memiliki segudang aktivitas, termasuk sibuk menjadi relawan di sejumlah kegiatan, serta siaran di sebuah radio komunitas di Melbourne.

Tapi di saat Ramadan ia mengaku masih bisa pulang tepat waktu untuk bisa berbuka puasa bersama keluarganya.

"Kantor saya cukup fleksible, jadi bisa pulang jam 4 sore, masuk jam 08:30 pagi. Tapi tidak ada istirahat makan siang," ujarnya.

Agar dapat pulang kantor lebih cepat ia telah mendapatkan persetujuan dari pimpinannya di kantor.

"Yang jadi kendala di bulan puasa adalah kalau ada acara-acara kantor, mereka binggung dan minta penjelasan mengapa saya tidak ikut makan atau minum."

Menurutnya, Ramadan menjadi satu-satunya kesempatan dimana ia dan keluarganya bisa berkumpul di meja makan untuk sahur dan berbuka puasa.

Agung Wicaksono


Berpuasa di Melbourne mengutamakan kemandirian, terutama jika tinggal sendirian.

ABC News: Erwin Renaldi

Sudah enam tahun pria asal Jawa Timur ini tinggal di Melbourne dan sekarang sedang berada di semester terakhirnya bersama Swinburne University.

Tinggal sendirian di luar negeri membuat Agung benar-benar mandiri, terutama di bulan Ramadan.

"Saya masak sendiri hampir setiap hari, Biasanya saya masak di malam hari, jadi bisa sekalian berbuka dan untuk sahur," kata Agung.

Jika sedang ada kuliah hingga sore, Agung biasanya pergi ke masjid di kampusnya untuk berbuka puasa atau tarawih.

Agung belum pulang kampung saat lebaran sejak tiga tahun lalu. Karenanya ia sangat merindukan keluarga besarnya dengan acara silaturahmi.

"Pengalaman Ramadan disini, sebagai minoritas, kita benar-benar diuji keimanan. Karena restoran buka siang hari, mayoritas orang tidak berpuasa, situasinya beda dengan di Indonesia."

Ingin tahu seperti apa Ramadan dirayakan oleh komunitas Muslim, termasuk komunitas Muslim Indonesia di Australia? Dapatkan informasinya hanya di ABC Indonesia dan kunjungi pula halaman Facebook.com/ABCIndonesia