Tingkat Perceraian di Saudi Saat Karantina Corona Melesat Pesat

Ilustrasi perceraian.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Tingkat perceraian di Arab Saudi meningkat hingga 30 persen sejak Februari 2020 lalu, lantaran karantina selama pandemi virus Corona COVID-19 menyebabkan banyak istri mengetahui bahwa suami mereka ternyata memiliki istri dan keluarga lain.

Angka perceraian dan 'khula' atau proses dalam agama Islam di mana seorang wanita dapat menceraikan suaminya, pada bulan Februari 2020 mencapai rekor 7.482 kasus. Perceraian juga merupakan pilihan bagi para wanita terutama dalam kasus di mana mereka membuktikan telah dirugikan oleh suami.

Mengutip statistik dari Kementerian Kehakiman Saudi, tercatat bahwa 52 persen permintaan perceraian dan kasus-kasus pada bulan itu berasal dari kota-kota Mekah dan Ibu Kota Riyadh. Selain itu, mayoritas wanita yang meminta cerai dari suami poligami mereka adalah karyawan, wanita pengusaha, wanita terkemuka di masyarakat dan dokter wanita.

Pengacara Saudi Saleh Musfer Al-Ghamdi mengatakan bahwa dalam jangka waktu dua minggu selama bulan itu, dia sendiri telah menerima lima permintaan perceraian dari para istri. "Di antara mereka adalah seorang dokter yang menemukan bahwa suaminya menikah diam-diam dengan seorang warga Arab," kata Al-Ghamdi, seperti dilansir Middle East Monitor.

Poligami sah dalam agama Islam dan status hukumnya berbeda antara negara-negara mayoritas Muslim. Meskipun legal di negara-negara Teluk Arab, hal itu ilegal di negara-negara lain seperti Turki dan Tunisia. Praktik ini telah lama menjadi bahan perdebatan dan dicap sebagai isu hak-hak perempuan.

Isu ini juga sangat dipolitisasi misalnya di Israel yang menargetkan praktik itu dengan menindak warga Arab dan Muslim di negaranya terutama sebagai metode untuk mengurangi demografi Arab yang meningkat sembari mengizinkan praktik itu bagi orang Yahudi Israel untuk meningkatkan demografi Yahudi. Namun menurut hukum, poligami telah ilegal di Israel sejak 1977 meskipun sebagian besar otoritas menutup mata terhadap praktik tersebut. 

Baca juga: Jadi Hotspot COVID-19 Dunia, Brasil Malah Sembunyikan Data Kematian