Melbourne 2 Kali Lockdown Penularan Corona Masih Naik, Apa yang Salah

Lockdown kedua yang mulai diterapkan di wilayah metropolitan Melbourne dan sekitarnya sudah berlangsung tiga pekan, namun jumlah kasus COVID-19 masih terbilang tinggi.
Sumber :
  • abc

Sudah tiga pekan lockdown diberlakukan di kawasan metropolitan Melbourne dan Mitchell Shire, yang kini menjadi episentrum penularan virus corona di Australia. Tapi mengapa jumlah penularan masih tinggi?

Dalam pembatasan sosial tahap ketiga yang berlaku saat ini, warga Melbourne dan Mitchell Shire diwajibkan tinggal di rumah, kecuali untuk empat alasan: berbelanja kebutuhan penting, perawatan kesehatan, berolahraga, serta belajar atau kerja jika tak bisa dilakukan di rumah.

Sejak Kamis lalu, penggunaan masker saat keluar di tempat umum bahkan sudah diwajibkan.

Terlepas dari semua aturan tersebut, jumlah kasus baru tetap tinggi setiap harinya, dengan angka penularan tertinggi yakni 532 kasus tercatat Senin kemarin.

Jadi mengapa lockdown tidak menurunkan jumlah kasus secara lebih dramatis? Apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan penyebaran virus?

Kami menanyakan hal ini kepada sejumlah para pakar dan inilah penjelasan mereka:

Tak mematuhi aturan

Pada saat ini jumlah kasus seharusnya sudah mengalami penurunan drastis, menurut Dr Philip Russo dari Sekolah Tinggi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Australasian.

Menurutnya masih tingginya penularan virus corona menunjukkan adanya ketidakpatuhan masyarakat terhadap pembatasan-pembatasan tersebut.

"Jelas ada orang yang tidak mengikuti aturan. Mungkin mereka merasa tidak masalah jika terinfeksi," kata Dr Russo.

"Ketidakpatuhan jelas terlihat di media sosial," tambahnya.

Menurut dia, meski sebagian besar warga Melbourne telah mengenakan masker, namun jangan sampai timbul rasa percaya diri berlebihan yang membuat orang semakin sering keluar rumah.

"Meskipun kita semua mengenakan masker sekarang, namun kita masih harus tinggal di rumah dan hanya keluar untuk empat alasan itu," katanya.

Dr Russo memperingatkan jangan sampai penggunaan masker membuat orang semakin berani keluar rumah sesuka hatinya.

Ia menambahkan, pesan terpenting yang harus dipatuhi yaitu tetap berusaha menjaga jarak, menjaga kebersihan, dan tinggal di rumah.

Tekanan untuk bekerja

Menteri Utama negara bagian, Premier Victoria Daniel Andrews Senin kemarin menyatakan para pekerja tidak mau izin tak masuk kerja saat sakit karena alasan finansial.

Hal ini dibenarkan oleh Profesor Julie Leask dari University of Sydney.

"Misalnya, untuk pekerja lepas, bila mereka menjalani isolasi setelah tes COVID-19 [sesuai imbauan], maka mereka tidak bekerja. Ini mengurangi peluang mereka untuk dipanggil kembali," jelasnya.

"Jadi lebih mudah bagi mereka untuk mengabaikan tenggorokan yang gatal hanya sebagai gejala pilek biasa, "katanya.

Profesor Leask mengatakan sistem kerja lepas yang hanya dibayar jika masuk kerja, telah menjadi permasalahan dalam industri kesehatan selama ini, sehingga sulit diharapkan akan selesai dalam semalam.

"Hal ini sudah lama kita ketahui. Pandemi dan epidemi hanya mengungkapkan kelemahan yang ada," jelasnya.

KP Lockdwon Melbourne Kedua "Lockdown" Melbourne babak kedua:

Perlu lockdown skala penuh

Profesor Mary-Louise McLaws, pakar epidemiologi di Organisasi Kesehatan WHO, menjelaskan alasan utama mengapa jumlah kasus terus meningkat di Victoria.

"Sederhana saja. Penjagaan perbatasan tidak berjalan baik. Jika ingin lockdown, Anda harus menahan orang di dalam, jangan biarkan keluar," katanya.

Profesor McLaws percaya "lockdown" skala penuh, seperti yang diterapkan di rusun-rusun perumahan sosial di Melbourne, seharusnya diterapkan di lokasi-lokasi hotspot di Melbourne beberapa minggu lalu.

"Anda sebenarnya tetap membiarkan virusnya kemana-mana," ujarnnya.

"Bila ingin menerapkan penutupan perbatasan secara longgar, paling tidak Anda harus mewajibkan orang mengenakan masker," tambah Prof McLaws.


Aturan pembatasan Tahap Ketiga kembali diberlakukan di Kawasan Metropolitan Melbourne dan Mitchell Shire mulai 9 Juli 2020.

ABC News: Jarrod Fankhauser

Panti-panti jompo, pusat distribusi barang, pengolahan daging, pertokoan dan pergudangan, merupakan klaster-klaster yang memicu gelombang kedua penularan virus di negara bagian Victoria.

"Kita tahu panti jompo mengalami kekurangan pekerja sehingga banyak staf bekerja di beberapa tempat," katanya.

"Tapi para pekerja ini tadinya tetap saja tidak diharuskan mengenakan masker," tambahnya.

Profesor McLaws memahami mengapa sejumlah pekerja terpaksa tetap masuk kerja, sehingga menurutnya, pendekatan terbaik adalah mengubah lingkungan kerja itu sendiri.

Ia menyarakan semua pekerja yang harus tetap masuk kerja untuk mengenakan masker di tempat kerjanya.


Sejak mewabahnya virus corona, banyak ditemukan orang-orang yang memakai masker, termasuk di bandara.

Getty Images: Tomohiro Ohsumi / Stringer

Dampak masker belum terlihat

Belum seminggu berlalu sejak kewajiban mengenakan masker berlaku di Victoria, sehingga dampak positifnya belum terlihat saat ini, menurut Dr Hassan Vally, pakar epidemiologi dari LaTrobe University.

"Minggu ini kita mungkin akan melihat penurunan kasus yang terkait dengan pemakaian masker," kata Dr Vally.

Mengenai perlunya memperketat pembatasan sosial ke tahap keempat, menurut dia, terlalu dini untuk dilakukan.

"Jika keputusan ini mudah dilakukan, semua orang akan melakukannya. Kita semua siap mengorbankan empat minggu waktu kita untuk menghentikan kengerian yang kita alami ini," ujarnya.

"Tapi saya kira tidaklah semudah itu. Ada biaya besar bila kita menutup semuanya," kata Dr Vally.

Baca juga berita terkait pandemi corona Baca juga artikel terkait:

Ia menyarakan untuk dilakukan penutupan secara terukur berdasarkan bukti-bukti yang mendukung.

Di panti-panti jompo misalnya, tidak begitu saja bisa ditutup total.

"Sudah ada upaya yang dilakukan untuk membatasi penyebaran kasus di tempat-tempat perawatan lansia ini," katanya.

Terlepas dari kompleksitas wabah Melbourne, Dr Vally berharap perubahan dalam kurva akan segera terlihat.

"Saya tetap optimis, angkanya akan tetap seperti ini dalam beberapa hari lagi, bahkan mungkin sedikit lebih tinggi. Tapi menjelang akhir minggu ini kita akan melihat hasil positif," katanya.

PIC TEASER Kabar Warga Indonesia di Victoria Kabar warga Indonesia di Victoria

Kabar warga Indonesia di Victoria

Koleksi pribadi

Ada banyak warga Indonesia yang tinggal di kawasan "hostpot" penularan virus corona di Australia.

Nasib buruk

Menurut Gideon Meyerowitz-Katz, pakar epidemiologi dari Universitas Wollongong, jumlah kasus di Victoria memang terlihat buruk. Tapi bila tidak ada intervensi, kasusnya akan jauh lebih buruk.

Ia membandingkan metropolitan Melbourne dengan kota-kota berpenduduk sama, yang peningkatan kasusnya mencapai ribuan setiap hari.

Menurutnya, peningkatan kasus belakangan ini mungkin berasal dari warga yang terinfeksi pada awal pandemi, yang dampaknya masih terus terjadi.

"Kemungkinan besar, apa yang kita lihat sekarang ini berasal dari beberapa minggu terakhir," jelasnya.

"Kasusnya akan tetap pada level seperti ini lebih lama, saya kira, sebab orang tertular bukan hari ini atau kemarin, melainkan seminggu sebelumnya atau lebih," jelas Meyerowitz-Katz.

Mengapa negara bagian Victoria mengalaminya? Mungkin juga karena faktor nasib buruk.

"Kecuali bila tak ada kasus yang menular, sebagaimana yang berhasil dijaga di sejumlah negara bagian Australia, maka sekecil apapun potensi wabahnya selalu ada," jelasnya.

Simak artikel ini dalam Bahasa Inggris di sini.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia