Cerita Warga Indonesia Menjalani Lockdown Lebih Ketat di Melbourne

Kebanyakan warga Indonesia di Melbourne merasa tidak terlalu berdampak pada aturan pembatasan tahap keempat yang lebih ketat, karena sudah banyak diam di rumah sejak Maret lalu.
Sumber :
  • abc

Kawasan metropolitan Melbourne memberlakukan aturan pembatasan yang lebih ketat untuk menekan angka penularan corona dengan menaikkannya ke tahap empat dan kini dinyatakan dalam status bencana.

Perubahan terbesar adalah larangan keluar di jam tertentu dan hanya diperbolehkan berada dalam radius lima kilometer dari tempat tinggalnya.

ABC Indonesia telah bertanya kepada sejumlah warga Indonesia di kawasan metropolitan soal bagaimana kondisi dan perasaan mereka dengan peraturan yang ketat tersebut.

Pemberlakuan jam malam

Melbourne menjadi satu-satunya kota di Australia yang hanya boleh beraktivitas di luar dari pukul 5 pagi sampai 8 malam, dengan alasan berbelanja kebutuhan pokok, berolahraga, merawat atau menerima perawatan, serta untuk kerja di sektor yang sangat terbatas.

Kebanyakan warga Indonesia di Melbourne, seperti Nila Wati, yang tinggal di Dandenong, mengatakan batas keluar rumah jam delapan tidak terlalu berpengaruh bagi mereka.

"Saya yang berprofesi ibu rumah tangga jam 8 malam memang sudah tidak beraktivitas di luar rumah, hanya saja suami yang biasanya bekerja sampe malam jam 9," kata Nila.

"Menurut saya pribadi, aturan jam malam tidak berdampak apa-apa dengan pekerjaan dan aktivitas saya karena biasanya itu waktu saya berisitirahat," ujar Steven Saputra dari pusat kota Melbourne.


Warga Melbourne yang keluar setelah jam 8 malam hanyalah mereka yang bekerja di bidang-bidang tertentu, seperti perawatan atau sektor medis. (AAP: Erik Anderson)

"Karena setiap hari harus bangun jam 4:30 pagi, jadi diatas jam 8 malam week day, saya biasanya enggak keluar rumah, udah ganti pijama siap-siap ke pulau mimpi," ujar Yennie Bonnie dari Balwyn North.

Cucu Juwita di Weribee juga menyambut aturan "curfew" waktu beraktivitas di luar, karena ia berharap bisa mengurangi interaksi orang-orang meski merampas "kebahagiaan".

"Saya merasa kasihan dengan orang-orang muda yang sering pergi dan makan di luar, mereka pasti merasa terampas kebahagiaannya, apalagi kalau rumahnya di unit atau apartemen kecil, bisa jadi jenuh menghabiskan waktu malam yang panjang."

Seperti yang dirasakan oleh Amandeo Aderisan yang tinggal tepat di pusat kota Melbourne.

"Paling kangen makan Halal Snack Pack, biasanya baru mau makan itu sudah malam, kalau sore kurang asyik," ujarnya, yang sekarang sudah menyiapkan juga makanan di rumahnya.

Tapi, Brainly Daniel Sondakh dari Noble Park mengatakan aturan ini tidak masuk akal, menurutnya seharusnya diberlakukan di siang hari, di mana lebih banyak orang beraktivitas.


Ribuan toko dan tempat usaha telah dipaksa ditutup selama enam minggu, sejak 'lockdown' diperketat di Melbourne. (AAP: Daniel Pockett)

Beraktivitas hanya bisa sejauh lima kilometer

Warga Indonesia pemilik restoran, Juli Santoso di Carlton merasakan dampak dari pembatasan aktivitas lima kilometer bagi usahanya.

"Kami melihat daya beli dari pelanggan di kawasan pusat kota sudah agak melemah dan di kawasan suburb juga, orang-orang lebih berhati-hati untuk mengeluarkan uang," ujarnya.

Menurutnya minat yang turun ini tidak lepas dari sejumlah warga Indonesia yang kehilangan pendapatannya.

Ratna Lestari yang tinggal di kawasan South Yarra mengatakan batas lima kilometer itu sebenarnya masih luas.

"Lima kilometer ke utara, selatan, barat, dan timur, jadi sebenarnya tidak sesempit yang dikira, tapi yang penting apakah ada pasar, supermarket, apotek di radius tersebut?" kata Ratna.

Yovita Melia di pusat kota Melbourne mengatakan pembatasan maksimal lima kilometer untuk beraktivitas sebagai "konsep paling masuk akal" untuk menekan penularan COVID-19.

"Menurut saya ini tidak jadi masalah. Malah lebih bagus lagi, karena orang tidak bisa bepergian melebihi batas yang telah ditentukan sehingga lebih aman," ujar Brainly Daniel Sondakh, mahasiswa Indonesia yang tinggal di Noble Park.

Tapi mahasiswa Indonesia lainnya, Susan Purba di Noble Park mengatakan pembatasan jarak ini membuat praktiknya menjadi tertunda.

"Saya setuju dengan aturan ini karena artinya saya tidak harus berinteraksi dengan orang, namun, kesal juga dengan pemerintah tentang kenapa peraturan ini dikeluarkan ketika masa kritis, jadi kami yang tidak bisa sekolah online terganggu."

Bagi pekerja seperti Laurensius Aryoko di Ivanhoe peraturan ini menjadi sebuah tantangan agar bisa tetap menjalankan aktivitas perusahaan tempat ia bekerja tanpa harus melanggarnya.

Jika anda di Melbourne, bisa cek seberapa jauh anda bisa beraktivitas di luar dengan memasukkan alamat anda di kotak berikut:

External Link: 5km radius interactive

Belanja hanya boleh seorang dari setiap keluarga

Katarina Sulia dari Balwyn mengatakan aturan hanya boleh satu orang dari setiap rumah tangga sebagai sesuatu yang berbeda, meski "tidak signifikan".

"Biasanya juga belanja sendiri, kecuali mau beli dalam jumlah besar, tentu perlu bantuan," ujar Katarina.

Kartika SIA pemilik katering di Blackburn mengatakan aturan ini "mengejutkan" dan berdampak bagi pebisnis yang memiliki toko.

"Belanja memang susah karena hanya satu orang, tergantung bisnisnya juga, karena bisnis saya skala kecil dan kita tidak stok barang sebelumnya, karena kita ingin pelanggar mendapat fresh. Puji Tuhan beberapa supplier kita tetap membantu," katanya.

Benidictus Jobeanto yang tinggal di Point Cook mengaku aturan ini akan berdampak pada keluarganya, karena biasanya ia dan berbagi tugas berbelanja di beberapa tempat.

Tapi ia mengaku menyambut baik aturan ini, supaya tidak terlalu banyak orang di luar, katanya kepada ABC Indonesia.


Hanya boleh satu orang dari tiap rumah tangga yang diperbolehkan keluar untuk pergi bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti makanan. (ABC News: Daniel Fermer)

Cucu Juwita di Weribee mengatakan aturan ini menyulitkan, karena ia tidak bisa mengandalkan suami memilih apa yang ia ingin beli atau sebaliknya. Ia berharap jika bisa melakukannya secara daring.

Brainly Daniel Sondakh di Noble Park mengatakan aturan ini tidak masuk akal, karena ada ketidakjelasan, di mana bisa saja saat satu orang keluar maka orang berikutnya yang ingin belanja harus menunggu orang yang sedang berbelanja pulang.

Begitu pula dengan Kartini Tallasa di Forrest Hill mengaku agak keberatan dengan aturan ini karena tidak bisa lagi pergi berbelanja bersama keluarganya.

"Tapi demi kebaikan bersama untuk masyarakat, kami setuju dengan aturan tersebut. Dan ini tidak akan berjalan selamanya, hanya untuk enam minggu, jadi kami bisa menjalaninya," ujar Kartini.

Penerapannya pun menjadi pertanyaan Yovita Melia yang tinggal di pusat kota Melbourne dan pada akhirnya kembali pada "moral" warga dalam melakukannya.

"Karena anggapan saya pemerintah tidak tahu siapa saja yang tinggal dalam satu rumah. Dua orang bisa saja membawa trolley masing-masing dan dikira tinggal di rumah yang berbeda," katanya.


Warga Melbourne hanya diperbolehkan berolahraga satu jam setiap hari dengan jarak tidak lebih dari lima kilometer dari tempat tinggalnya. (Supplied)

Berolahraga dibatasi sejam sehari

Bagi kebanyakan warga Indonesia di Melbourne yang menceritakan kabar mereka kepada ABC Indonesia, waktu berolahraga yang hanya boleh satu jam telah dirasa cukup.

Laurensius Aryoko di Ivanhoe mengatakan satu jam berolahraga bisa dimanfaatkan dengan misalnya "jogging" yang dilakukan secara intens.

"Bagi saya olahraga juga bisa dilakukan dengan cara lain, misalnya dengan membersihkan rumah atau aktivitas domestik lainnya," kata Laurensius.

Benidictus Jobeanto yang tinggal di Point Cook mengatakan sejam memang waktu yang biasanya ia butuhkan untuk berolahraga.

"Kami biasa exercise memang sekitar satu jam, biasanya lari atau jalan memutar blok rumah, jadi enggak terdampak," ujarnya.

Tapi bagi Andara Harryman yang tinggal di Southbank aturan ini justru paling berdampak bagi dirinya.

"Karena sebelumnya [saya] bisa lebih lama berolahraga dan bersama dengan teman-teman," ujarnya.

Begitu pula dengan Nurul Mahmudah di South Yarra yang mengaku saat aturan pembatasan tahap tiga, ia dan pasangannya biasanya suka bersepeda enam sampai sepuluh kilometer.

"Sekarang ya bersepedanya hanya memutari sekitar Yarra River, nggak berani jauh-jauh dan nggak lebih dari satu jam," kata Nurul.


Kepolisian Victoria menurunkan 1.500 anggota setiap harinya untuk memastikan aturan pembatasan terkait virus corona diterapkan oleh warganya. (ABC News: Chris Le Page)

Warga Indonesia di luar Victoria berikan semangat

Sementara itu warga Indonesia di kota-kota lain di Australia menyampaikan pesan penyemangat bagi warga Indonesia di Melbourne.

Dua di antaranya berasal dari Perth, Australia Barat, negara bagian yang telah dianggap berhasil menekan jumlah penularan dan malah akan terus melonggarkan aturan pembatasan aktivitas warganya.

"Buat semua orang Indonesia di Melbourne, dalam keadaan yang tidak menyenangkan karena COVID-19, hal yang paling penting jangan pernah putus asa, Tetap berdoa, sabar, berpikir positif dan jaga kesehatan. Please ikutin aturan yang disarankan oleh pemerintah Australia. Semoga kita semua bisa melaluinya dengan baik. Stay safe and take care everyone. Peluk dan cium dari warga Indonesia di Perth Australia. God bless"- Ellen Markus, warga Indonesia di Perth.

"Tetap semangat rekan-rekan warga Indonesia di Melbourne. Ikuti aturan, tetap waspada dan kita akan melewati ini bersama-sama. Apapun yang kita hadapi, kita harus bersyukur bahwa kita hidup di salah satu negara terbaik di dunia dalam menghadapi pandemi ini. Stay safe, wash your hand!" - Syahrani Azmi Rahim di Perth.

"Bagi teman-teman perantau Indonesia [di Australia] yang pekerjaanya terkena dampak corona ini, yang jelas harus berbesar hati mengeluarkan uang tabungan untuk menutup biaya hidup sebulan, dua bulan. Jadikan kesempatan itu untuk mempelajari hidup dan kompetensi lain yang ada di dirimu, sehingga tidak kepikiran dan stress dengan situasi yang ada. [Bisa] tetap sibuk [saat] stay at home, bikin karya apapun, reaksi video, sharing ilmu, sharing pengalaman, atau mulai lagi mengobrol dengan banyak orang lewat internet untuk meningkatkan kualitas hubungan." - Arip Hidayat di Darwin.

Laporan: Sastra Wijaya, Farid Ibrahim, Hellena Souisa, Natasya Salim dan Erwin Renaldi