Dua Kali Ikan asal Indonesia ke China Positif Corona, Kok Bisa

Pakar dari Australia menilai hasil tes positif virus corona di ikan belum tentu bisa menular, tapi mendeteksi sisa-sisa virus.
Sumber :
  • abc

Hari Selasa (10/11), Bea Cukai China mengumumkan penangguhan impor ikan beku dari salah satu perusahaan ekspor Indonesia selama satu minggu setelah mendeteksi adanya virus corona dalam sampel produknya.

Dalam pernyataannya, Administrasi Umum Kepabeanan China menulis "asam nukleat SARS-CoV 2" telah terdeteksi di satu sampel ikan bawal beku yang diimpor dari China.

Sesuai dengan aturan otoritas kepabeanan di China, pemasok makanan beku yang sampel produknya dites positif corona akan ditangguhkan selama seminggu.

Diketahui dari pernyataan tersebut perusahaan yang mengekspor adalah PT Anugrah Laut Indonesia dengan nomor registrasi CR 821-16.

ABC Indonesia telah menghubungi perusahaan ekspor ikan dengan nama PT Anugrah Laut Indonesia yang berlokasi di Jawa Timur.

"Kami belum dapat informasi atau kabar apapun soal [penangguhan] itu, jadi saya nggak bisa memberikan tanggapan apa-apa," kata Ahmad Marzuki, salah satu staf PT Anugrah Laut Indonesia yang menjawab telepon ABC Indonesia.

Untuk kedua kalinya, importir ikan beku asal Indonesia dikenai penangguhan otoritas China selama sepekan karena sampelnya mengandung virus corona.

Supplied: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/hp.

Yugi Prayanto, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan mengatakan masih akan mencari tahu soal laporan dari China tersebut.

Tapi dugaan sementara Yugi, ini terjadi saat proses "handling" atau penanganan seperti yang juga terjadi saat China menangguhkan ekspor ikan beku asal sebuah perusahaan di Sumatera Utara.

"Menurut saya ini juga sama, hanya satu perusahaan saja, jadi tidak bisa dipukul rata sebagai semua ikan dari Indonesia terkontaminasi COVID-19," ujar Yugi kepada Erwin Renaldi.

"Sudah pasti tidak disengaja atau salah satu pekerja pengemasannya mungkin terkontaminasi dan menempel di kemasannya."

"Tapi kita butuh kajian dan informasi lebih rinci lagi soal itu, karena kita tidak mau berasumsi."

Kadin dan perusahan eksportir ikan mengatakan jumlah ekspor ikan dan udang beku selama pandemi telah menurun

Foto: Kompas, Heru Sri Kumoro

"Protokol kesehatan tidak optimal"

Ini bukan pertama kalinya produk ikan beku Indonesia ditangguhkan.

Pada 18 September lalu, Bea Cukai Cina mengumumkan penangguhan impor ikan beku yang diekspor oleh PT Putri Indah (PI) asal Sumatera Utara, September lalu.

Peneliti Biomolekuler dari Australian National University (ANU) dan Direktur Utama Lipotek Australia, Dr Ines Atmosukarto menilai, penangguhan impor ikan beku asal Indonesia ini bisa dilihat dari dua sisi.

Dari sisi Indonesia, menurut Ines, temuan ini berarti protokol kesehatan di tempat pengepakan tidak dilakukan secara optimal.

"Orang yang handle barang-barang tersebut pasti sakit tetapi masih tetap bekerja, dan mereka cukup infectious karena sampai ada sisa-sisa virus pada kemasan," ujar Ines.

"Berarti mungkin mereka nggak pakai masker, karena kalau pakai masker, virus nggak semudah itu untuk jatuh ke permukaan," jelasnya kepada Hellena Souisa.

Sementara dari sisi China, Ines mengatakan, tes yang dilakukan pihak China dengan cara swab pada permukaan kemasan untuk mengidentifikasi adanya DNA virus, mungkin saja ditemukan adanya sisa virus karena tes tersebut sangat sensitif.

"Tapi belum berarti virus itu masih bisa menular. Jadi kita harus membedakan [deteksi] adanya sisa-sisa virus, dengan apakah [sisa] virus tersebut bisa benar-benar menginfeksi orang."

Dr Ines Atmosukarto memperkirakan, bahkan jika nanti vaksin COVID-19 tersedia, masih diperlukan waktu satu sampai satu setengah tahun lagi sebelum kondisi kembali normal.

"Saya belum pernah melihat laporan di mana mereka misalnya dari swab itu kemudian mereka kultur, terus mereka bisa membuktikan masih ada virus yang mampu menginfeksi dalam skenario lab," tutur Ines.

Yugi mengatakan Kadin terus memastikan agar protokol kesehatan dilakukan dengan benar, karena jika tidak akan sama seperti "bunuh diri" bagi produk yang diekspor ke luar negeri.

"Setiap kita mau ekspor ke luar negeri, semua negara minta sertifikat kesehatan dan syarat-syaratnya [untuk dipenuhi] dan di dalam negeri pun sudah minta sertifikasi sebelum bisa keluar."

"Kalau tidak dilakukan maka kita tidak bisa jual produknya dan pelaku usaha yang dirugikan, jadi mereka akan bunuh diri kalau tidak mengikuti sertifikat yang disyaratkan penerima barang ekspor dari kita," tambahnya.

Ekspor ikan beku ke China turun selama pandemi

Dari pengamatan Kadin, Yugi mengatakan ekspor ikan dan udang beku ke China jumlahnya cukup signifikan bagi neraca ekspor hasil laut dari Indonesia.

"Permintaan ke China selalu tinggi, walau posisi ekspor sekarang lebih banyak ke Amerika Serikat yang tertinggi sekitar 40 persen, baru China sekitar 20-an persen," ujar Yugi.

"Sekarang karena COVID-19 secara rata-rata ekspor ikan dan udang beku dari Indonesia ke China berkurang," jelasnya.

Marzuki dari PT Anugrah Laut Indonesia juga mengatakan pandemi permintaan ikan beku dari China telah turun drastis.

"Permintaan dari China sendiri sudah turun sampai 80 persen sejak beberapa bulan [karena] COVID."

Selain Indonesia, perusahaan dari Brasil, Ekuador, dan Rusia juga menghadapi penangguhan satu minggu pada sebulan terakhir setelah produk mereka dinyatakan positif terpapar virus corona.