Warga Indonesia di Melbourne Ikut Terharu Bisa Salat Jumat Lagi

Muchlis Setioaji yang tinggal di Melbourne merasa sangat bahagia karena bisa kembali shalat Jumat di Melborune.
Sumber :
  • abc

Sejumlah masjid di kota Melbourne menjalankan ibadah salat Jumat untuk pertama kalinya, setelah hampir delapan bulan masjid ditutup akibat pandemi virus corona.

Muchlis Setioaji, asal Kebumen, Jawa Tengah yang sudah tinggal selama hampir enam tahun di Melbourne mengungkapkan kegembiraannya saat dihubungi ABC Indonesia.

"Sangat terharu, karena saya sudah delapan bulan tidak Jumatan," ujar Muchlis.

Muchlis melakukan shalat Jumat di Coburg Islamic Centre yang berada di kawasan Coburg dekat rumahnya.

Ia mengatakan jemaah yang hadir di Masjid Coburg berjumlah 50 orang, jumlah maksimal peserta kegiataan keagamaan di luar ruangan sesuai aturan otoritas kesehatan di Victoria.

"Saya harus mendaftar dulu. Pendaftaran sudah dibuka sejak jam 5 sore kemarin dan alhamdulillah, saya mendapat nomer 19."

Muchlis mengaku tidak merasa khawatir saat datang ke masjid untuk menjalankan shalat Jumat.

"Sebelum masuk ada scan suhu tubuh, pakai hand sanitizer, kemudian mengecek nama sesuai pendaftaran," ujarnya.

"Ini menjadi contoh yang bagus bagaimana hubungan agama dan negara, semua harus mengikuti aturan."

"Ibadah tetap jalan tapi mengikuti aturan negara dan melakukannya [shalat Jumat] dalam beberapa sesi, jadi setiap jemaah juga kebagian tempat," tambahnya.

Hari Jumat ini (13/11), negara bagian Victoria mencatat rekor baru dengan tidak adanya kasus penularan baru dalam dua minggu terakhir.

Suasana saat khutbah Jumat di Masjid Albania yang hanya memperbolehkan 20 jemaah dalam satu sesi shalat Jumat. (Foto: ABC News, Erwin Renaldi)

Masjid lain yang juga menggelar shalat Jumat pertama kalinya adalah masjid tertua di pusat kota Melbourne, yakni Masjid Albania yang berada di kawasan Carlton.

Aturan saat ini menyebutkan rumah ibadah diperbolehkan untuk menggelar kegiatan dengan pembatasan 20 orang, jika digelar di dalam ruangan dan 50 orang di luar ruangan.

Untuk bisa mengikuti shalat Jumat di Masjid Albania harus mendaftarkan diri terlebih dahulu secara online, yang pendaftararannya sudah dibuka sejak Rabu siang (11/20).

Erwin Renaldi dari ABC Indonesia yang mengikuti shalat Jumat di Masjid Albania melaporkan sebuah email pengingat dikirim oleh pengurus Masjid Albania hari Kamis kemarin.

Dalam email tersebut disebutkan setiap jemaah harus membawa sajadah sendiri, sudah berwudhu dari rumah, dan tetap menggunakan masker.

Setibanya di masjid, hanya mereka yang sudah terdaftar yang boleh masuk dan menjaga jarak sekitar dua meter antara satu sama lain.

Sebelum masuk Masjid Albania perlu mencocokan nama dan nomer telepon sesuai dengan pendaftaran. (Foto: ABC News, Erwin Renaldi)

Khutbah dan shalat Jumat berjalan seperti biasanya, yakni selama 30 menit. Setelah selesai, para jemaah diminta untuk segera meninggalkan lokasi.

Shalat masjid di Masjid Albania digelar dua sesi, yakni pada pukul 1:30 dan 2:30 siang waktu setempat.

Kepada ABC Indonesia, Masjid Albania mengatakan shalat lima waktu dengan batasan maksimal 20 orang juga telah diberlakukan, namun tidak perlu melakukan pendaftaran terlebih dahulu.

Sementara itu di Masjid Preston, yang pernah masuk dalam daftar "hostpot" penularan virus corona pada bulan Juni lalu, shalat Jumat digelar sebanyak tiga kali, pada pukul 1:00, 1:40, dan 2:20 siang.

Mendaftar terlebih dahulu tidak diperlukan, tapi dalam pernyataannya, Masjid Preston mengatakan prioritas utama diberikan kepada mereka yang telah lanjut usia atau memiliki kebutuhan khusus, seperti warga difabel.

Sejak awal tahun lockdown di Melbourne, ICC sudah melakukan ibadah online (Koleksi ICC)

"Masih ibadah menggunakan rekaman"

Kepada ABC Indonesia, Gereja Indonesian Christian Church (ICC) di Melbourne mengatakan belum melaksanakan ibadah dan persekutuan doa tatap muka untuk pekan ini.

"Kita masih pre-recorded [menggunakan rekaman] seperti ibadah kita sejak lockdown pertama dan kedua," kata Christian Tirtha, pendeta gereja ICC yang berdiri tahun 2005.

Menurut Christian masih ada beberapa hal yang harus dikerjakan untuk bisa menerima jemaat dalam ibadah tatap muka seperti sebelum pandemi.

"Sambungan internet kami sudah ada, tapi itu hanya one puzzle among many, artinya ada beberapa hal seperti sound, belum lagi aturan duduknya, semuanya itu perlu dipertimbangkan."

Menurut Christian, "cukup banyaknya proses baru" yang harus diperhatikan petugas untuk menjalankan ibadah tatap muka menjadi salah satu pertimbangan ICC.

Namun, pihak gereja berharap dan berencana untuk membuka kembali pintu gereja mereka "menjelang akhir tahun 2020".

Berharap dapat melakukan ibadah Natal tatap muka Pendeta di gereja ICC Melbourne, Christian Tirta mengatakan masih akan melakukan ibadah online. (Foto: Koleksi pribadi)

ICC sudah melakukan ibadah online sejak awal tahun ini dan menurut Christian, cara tersebut membawa tantangan tersendiri.

"Saya pikir kebanyakan dari komunitas gereja merasakan, walaupun kita bersyukur dengan teknologi Zoom yang di satu sisi lebih convenient ... tapi juga sangat terbatas," katanya.

"Secara teologis gereja itu bukan hanya siaran di layar, tapi pertemuan kita secara fisik, secara jasmani dengan sesama jemaat Tuhan satu sama lain."

Menurutnya, pihak gereja ICC berencana untuk kembali membuka ibadah tatap muka menjelang akhir tahun ini.

Saat ini, mereka sudah mulai mengecek peralatan suara, merencanakan peletakan tempat duduk, dan memastikan keberadaan koneksi internet yang terbaik untuk mempersiapkan ibadah Hari Natal.

"Whether Natal atau tidak, saya pikir gereja punya aim [tujuan] untuk sebisa dan secepat mungkin bertemu face to face," kata Christian.

"Kalaupun tidak bisa ketemu di gedung mungkin mereka bisa mengadakan semacam satellite meeting, di mana dua sampai tiga keluarga bisa berkumpul untuk menyaksikan ibadah bersama."