Melbourne Resmi Dinyatakan Membasmi Virus Corona Secara Efektif

Sudah empat minggu Melbourne dan kawasan lainnya di Victoria tidak mencatat kasus penularan baru virus corona.
Sumber :
  • abc

Sudah resmi untuk menyatakan negara bagian Victoria dengan ibukota Melbourne tak ada penularan virus corona selama empat minggu.

Secara umum periode 28 hari tanpa kasus penularan baru COVID-19 menjadi bukti jika Victoria secara efektif telah membasmi virus corona.

Menjadi sebuah pencapaian yang luar biasa dan sebuah hasil yang sulit dicapai, seperti dikatakan sejumlah pengkritik.

Semuanya bisa dicapai berkat aturan "lockdown" yang ketat di Victoria dan pencapaian yang tinggi, lebih cepat daripada apa yang dicapai New South Wales (NSW) dengan ibukota Sydney.

Hanya satu negara bagian yang mencatat kasus penularan

Premier NSW, Gladys Berejiklian telah berulang kali mengatakan jika membasmi virus corona adalah hal yang "tidak realistis".

Tapi negara bagian terbesar di Australia itu sedang menuju ke arah sana, meski tidak disengaja, selama tidak ada kasus penularan lokal dalam sembilan hari ke depan.

Satu-satunya negara bagian yang mencatat kasus penularan secara lokal saat ini adalah Australia Selatan dengan ibukota Adelaide. Meskipun negara bagian tersebut masih berada dalam zona bahaya, jumlah kasusnya sangat kecil.

Dua negara bagian lain, Victoria dan Tasmania, tak lagi memiliki kasus aktif dan masih tidak menerima kedatangan orang dari luar negeri.

Mulai Jumat pagi ini (27/11), tak ditemukan juga penularan baru di Kawasan Ibukota Australia (ACT).

Angka penularan COVID-19 saat ini adalah yang terendah yang pernah dicapai Australia sejak Maret, ketika pandemi COVID-19 mulai merebak.

Sudah 40 hari, Australia menekan angka rata-rata dibawah 20 per hari selama sepekan dalam 40 hari, dengan kebanyakan kasus COVID-19 terbaru berasal dari kedatangan luar negeri di hotel yang menjadi tempat karantina.

Tak bisa berpuas diri

Pencapaian Australia terwujud setelah pernah mencapai puncaknya dengan jumlah kasus mencapai 500 per hari pada awal Agustus.

Hanya dua negara, yakni Singapura dan Cina, yang juga pernah mencapai puncak sebanyak itu, namun kemudian berhasil menjaga rata-rata kasus penularan di bawah 20 dalam waktu lebih lama dari Australia.

"Jika Anda melihat Australia dibandingkan dengan negara lain, sejujurnya tidak ada perbandingan," kata Perdana Menteri Scott Morrison, Kamis kemarin.

"Australia berada di antara segelintir negara yang menonjol dalam bagaimana kita menekan virus, tetapi juga mengurangi dampaknya pada ekonomi."

"Ekonomi Australia telah bertahan lebih baik daripada hampir semua ekonomi negara maju lainnya di dunia."

Tetapi bukan berarti Australia bisa berpuas diri.

Israel pernah mencapai angka penularan terendahnya selama 13 hari, tetapi gelombang kedua membuat peningkatan rata-rata angka penularan hingga 1.700 kasus sehari dalam dua bulan, hingga mencapai puncaknya dengan rata-rata 6.222 kasus selama sepekan.

Irlandia juga pernah besar, tetapi kemudian kasus COVID-19 di negara tersebut meledak lagi dan hingga kini masih menghadapi gelombang yang cukup besar.

Apa ancaman selanjutnya bagi Australia?

Ancaman terbesar bagi Australia dalam mempertahankan angka penularan yang rendah, bahkan tidak ada kasus sama sekali adalah sistem karantina hotel.

Dengan banyaknya warga Australia yang mencoba pulang untuk Natal, dan situasi COVID-19 secara global yang masih buruk, jumlah orang yang kembali dari luar negeri dan dinyatakan positif COVID-19 secara perlahan meningkat sejak akhir Agustus lalu.

Meskipun pengawasan yang lebih ketat dapat diberlakukan, seperti yang saat ini terjadi di Australia Selatan, masih ada risiko aturan-aturan terkait karantina akan dilanggar.

Astinya semakin banyak orang yang melewati sistem karantina di Australia saat kasus COVID-19 di luar negeri tetap tinggi, maka semakin tinggi risiko virus corona yang keluar dari karantina.

Saat skema pelacakan seperti check-in kode QR di beberapa tempat, seperti restoran, semakin banyak dilakukan, banyak juga kota-kota di Australia yang tetap bersiap karena semakin memudarnya kepatuhan menjaga jarak aman dan pemakaian masker.

Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporannya dalam bahasa Inggris