Foto Petani Tua India yang Dipukul Polisi jadi Viral

Polisi mengayunkan pentung ke arah petani tua.-PTI
Sumber :
  • bbc

Foto seorang polisi paramiliter yang mengayunkan tongkat kayu ke arah pria Sikh tua menjadi momen menentukan dalam protes para petani India yang masih berlanjut.

Foto yang dibidik oleh Ravi Choudhary, seorang jurnalis foto Press Trust of India (PTI), menjadi viral di media sosial.

Foto itu juga menyebabkan ketegangan politik di dalam negeri. Para politikus oposisi menggunakan foto itu untuk mengkritik cara pemerintah menangani para petani, sementara partai Perdana Menteri Narendra Modi, Bharatiya Janata Party (BJP) mengklaim bahwa petani itu tidak terkena pukulan, klaim yang salah.

Ratusan ribu petani mengepung Delhi dalam beberapa hari terakhir, menutup hampir semua titik masuk ke ibu kota India itu.

Mereka memprotes undang-undang yang dikeluarkan baru-baru ini yang menurut para petani merugikan mereka. Pemerintah mengatakan reformasi dengan membuka sektor pertanian ke pihak swasta, tidak akan merugikan petani.

Namun para petani tak percaya dan ribuan di antara mereka menuju Delhi, dan dihadang dengan barikade di perbatasan ibu kota.

Saat mereka tiba dalam konvoi traktor dan dengan berjalan kaki, puluhan ribu polisi dan tentara paramiliter dikerahkan untuk menghentikan arus petani ke ibu kota, yang menyebabkan bentrokan.

Di beberapa tempat, polisi menggunakan gas air mata dan meriam air untuk memukul mundur petani.

Getty Images
Para petani menggulingkan barikade polisi.

Foto petani Sikh, yang berjanggut putih, dan tengah diancam oleh polisi paramiliter, diambil Jumat (27/11) lalu di bagian barat laut Delhi, ketika para petani mendekati barikade dan mencoba masuk kota.

"Terjadi saling lempar batu, barikade diterobos dan satu bus rusak akibat bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa," kata jurnalis foto Ravi Choudhary, yang mengambil foto itu pada situs cek fakta, Boomlive.com.

Ia mengatakan polisi mulai memukul pengunjuk rasa dan pria di foto itu juga dipukul.

Foto itu langsung viral dan dibagikan oleh puluhan ribu orang di Twitter, Facebook dan Instagram.

Banyak orang, termasuk fotografer, membuat tagar "Jai Jawan, Jai Kisan" (atau "Hidup Tentara, Hidup Petani"_ slogan oleh mantan PM India Lal Bahadur Shastri pada 1965 selama perang India-Pakistan untuk menekankan pentingnya peran tentara dan petani dalam membangun negara.

Rahul Gandhi, pemimpin senior Partai Kongres, juga mencuit gambar itu.

"Foto yang sangat sedih. Slogan kita dulu adalah Jai Jawan, Jai Kisan, namun saat ini kesombongan PM Modi membenturkan tentara dengan petani. Ini sangat bahaya," tulisnya.



Amit Malviya, kepala teknologi partai BJP, mempertanyakan claim Gandhi dan menunjukkan potongan video tiga detik yang menunjukkan petani itu tidak terpukul. Ia menggambarkan foto itu sebagai propaganda.


Namun ujungnya, justru cuitan dia yang disebut propaganda oleh banyak pengguna dan banyak yang menunjukkan, unggahan itu disebut "manipulasi media" oleh Twitter.

Klaim Malviya juga disanggah oleh Boomlive yang menampilkan versi panjang video dan mengikuti petani yang ada di foto, Sukhdev Singh, serta mewawancarainya.

Petani itu dilaporkan "menjadi target bukan hanya oleh satu tapi dua personel keamaman...Singh yang saat ini berada di perbatasan Haryana-Delhi mengatakan kepada kami bahwa ia mengalami luka-luka di lengan, punggung dan betis."

Foto-foto ribuan petani tua dari Punjab dan Haryana - yang dikenal dengan "lumbung pangan" India - menjadi sasaran serangan gas air mata dan meriam air pada musim dingin, menimbulkan simpati rakayt India dan diaspora dari seluruh dunia.

Hari Senin lalu (30/11), Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyatakan prihatin atas cara India menangani demonstrasi. Ia mengatakan negaranya "akan selalu membela hak warga melakukan protes damai."

Komentar Trudeau memicu reaksi keras dari Kementerian Luar Negeri India yang menyebut pernyataan itu "tidak berdasarkan informasi yang tepat".

Namun tuntutan para petani mendapatkan semakin banyak dukungan.

Pemerintah India mengundang para petani untuk berbicara pada Kamis (03/12) setelah pertemuan sebelumnya gagal.

Para petani mendirikan kamp besar di beberapa lokasi di perbatasan kota dan mengatakan mereka akan tetap berada di sana sampai pemerintah sepakat untuk mencabut apa yang mereka sebut "undang-undang hitam itu".

Mereka mengatakan mereka siap untuk "menghadapi perjuangan panjang" dan menyiapkan beras serta panci untuk memasak.

Perjuangan para petani ini bisa berlangsung lama.