China Catatkan Pertumbuhan Ekonomi Terlamban dalam 4 Dekade

Zhang Jingang/VCG/MAXPP/picture-alliance
Sumber :
  • dw

Ekonomi China tumbuh 2,3 persen pada tahun 2020, setelah negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia menunjukkan pemulihan pada kuartal keempat. Demikian menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China, Senin (18/01).

Ini adalah pertumbuhan ekonomi China yang paling lamban selama lebih dari empat dekade sejak negara komunis itu memulai reformasi ekonomi besar-besaran pada tahun 1970-an.

Biro Statistik Nasional memperingatkan bahwa pandemi virus corona masih akan membawa "dampak besar."

Masih lebih baik daripada perkiraan sebelumnya

Pandemi corona terbukti berdampak negatif pada ekonomi dunia. Sebagian besar negara maju mencatatkan laju pertumbuhan negatif pada 2020. Ekonomi Jerman, misalnya, menyusut 5 persen pada tahun 2020. Sementara pertumbuhan rata-rata zona euro malah lebih buruk, dengam masih berada pada kisaran negatif 7,3 persen.

Meski dihantam pandemi Covid-19, China pada tahun lalu telah berhasil menghindari kontraksi ekonomi. Sektor ekspor yang tangguh menjadi salah satu faktor kunci di balik kebangkitan negara itu. Dana Moneter Internasional IMF, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Cina akan meningkat lebih lanjut tahun ini menjadi di atas 8 persen.

Bayang-bayang sebaran infeksi baru

China sadar bahwa perang dagang dan teknologi dengan Amerika Serikat telah membuatnya tergantung kepada negara-negara lain. Seperti yang muncul dari komunikasi pertama dari kepemimpinan Partai Komunis tentang rencana baru, Cina kini sedang mengambil arah ekonomi baru, permintaan domestik dan inovasi dalam negeri juga akan lebih dipromosikan. China ingin membuat negaranya lebih independen dari ketergantungan terhadap AS dan negara lain di dunia.

Meskipun prospek ekonomi negara itu positif, situasi terbaru terkait sebaran virus corona kembali menjadi tantangan. Menurut Max Zenglein, pakar ekonomi dari China Institute Merics di Berlin, Jerman, situasi ini harus terus dipantau.

Baru-baru ini, dilaporkan ada ratusan kasus infeksi baru di provinsi Hebei. "Meningkatnya kasus corona, meski terbatas secara regional, niscaya akan berdampak pada permintaan sesaat sebelum perayaan Imlek mendatang," kata Zenglein.

Secara khusus, diperkirakan sektor jasa akan terpengaruh jika perjalanan dan restoran tidak aktif selama masa liburan. Bahkan jika situasinya tidak seburuk tahun sebelumnya, diperkirakan tidak akan ada perayaan besar-besaran pada Tahun Baru Imlek yang diperkirakan jatuh pada 12 Februari 2021.

Klaim berhasil kalahkan virus

Pada kuartal pertama tahun 2020, aktivitas ekonomi China menyusut 6,8 persen karena negara ini terpaksa menutup pabrik-pabrik dan toko untuk menahan laju sebaran virus SARS-CoV-2 yang menyebar dari kota Wuhan pada Desember 2019.

Kuartal berikutnya, setelah otoritas negara mengumumkan berhasil mengalahkan virus pada Maret 2020 dan kembali membuka aktivitas ekonomi, China menjadi ekonomi besar dunia pertama yang tumbuh lagi dengan ekspansi sekitar 3,2 persen.

Pertumbuhan ini juga dipicu oleh meningkatnya permintaan global untuk masker dan peralatan medis lainnya. Ekspor negara itu naik 3,6 persen pada tahun lalu meskipun ada perang tarif dengan AS.

Sementara otoritas bea cukai Beijing mengumumkan pekan lalu, angka perdagangan terbaru negara itu menunjukkan, kenaikan ekspor pada Desember 2020 sebesar 18,1 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Pada saat yang sama, impor juga meningkat 6,5 persen.

ae/as (AP, AFP, dpa, reuters)