Wanita Demonstran Myanmar Pilih Lompat Gedung daripada Ditangkap
- bbc
Lima demonstran di Myanmar memilih melompat dari gedung tempat mereka bersembunyi daripada menghadapi risiko ditangkap aparat. Beberapa dari mereka kehilangan nyawa dalam peristiwa tersebut.
Setelah enam bulan berita mengerikan yang terus-menerus muncul dari Myanmar, kejadian itu tetap saja mengejutkan.
Polisi menuduh para demonstran itu sebagai teroris, tapi suami dari salah satu korban berkata kepada BBC bahwa istri dan ibu dari anak-anaknya itu penuh kasih. Dia menyebut istrinya ingin bersumbangsih meringankan penderitaan rakyat Myanmar.
Tulisan ini adalah kisah kematian perempuan bernama Wai Wai Myint yang terlalu dini.
Militer merebut kekuasaan sipil yang sah di Myanmar, Februari lalu. Kudeta itu membuat Myanmar kacau balau. Jutaan orang memprotes dan tak sedikit yang turun ke jalan untuk berunjuk rasa.
Sedikitnya 900 orang tewas akibat kekerasan militer terhadap para demonstran. Ribuan orang lainnya ditangkap.
Wai Wai Myint adalah salah satu dari mereka yang terjebak dalam penggrebekan polisi saat menentang junta militer.
Dia merupakan satu dari lima orang yang melompat dari sebuah gedung di pusat kota Yangon.
Saat dia memutuskan melompat, polisi menyerbu masuk ke dalam gedung. Tak lama kemudian dia jatuh ke trotoar beton. Dia dan setidaknya satu orang lainnya tewas di tempat kejadian.
Tiga orang lainnya dalam peristiwa itu dibawa ke rumah sakit yang dikelola militer.
Dalam foto pertama Wai Wai Myint yang beredar di media sosial setelah berita kematiannya, dia tampak berdiri tegak, Matanya menatap tajam ke kamera.
Dia menangkat tangannya dan membuat salam tiga jari, yang merupakan ciri khas gerakan demonstran muda di Asia Tenggara.
Pihak berwenang militer menuding kelompok Wai Wai sebagai teroris yang berencana menanam bom.
Kepolisian mempublikasikan pengakuan dua demonstran yang tidak melompat dan ditangkap dalam penggerebekan tersebut.
Polisi juga memperlihatkan foto-foto yang mereka sebut sebagai bahan dasar bom.
Namun citra teroris itu dibantah suami Wai Wai, Soe Myat Thu.
Soe Myat Thu mengucapkan selamat tinggal kepada Wai Wai pada kremasi massal yang diselenggarakan militer.
Dia tidak diizinkan mengabadikan prosesi kremasi itu dengan kamera. Dia juga tidak diperbolehkan mengambil abu kremasi Wai Wai.
Junta militer di Myanmar membatasi pemakaman orang-orang yang tewas dalam pemberontakan menentang kudeta. Pemakaman kerap berujung demonstrasi anti-militer.
Aparat bahkan juga memilih mengkremasi jenazah secara diam-diam dan tidak mengembalikannya abunya ke para kerabat.
Soe Myat Thu mengangkat sekuntum bunga untuknya, dan membawanya pulang sebagai pengganti jenazahnya.
Jalan menuju politik
Soe Myat Thu dan Wai Wai adalah pasangan kelas menengah yang nyaman. Mereka beretnis Tionghoa dan dikaruniai seorang putri berusia enam tahun.
Soe bekerja sebagai dokter gigi sementara Wai Wai adalah pedagang permata dan perhiasan.
Wai Wai, kata Soe, dibesarkan oleh dua bibinya. Dia selalu punya banyak uang untuk menikmati hidup.
Foto-foto Wai Wai memperlihatkan dirinya sebagai perempuan muda berpenampilan rapi dan trendi.
Semasa hidupnya Wai Wai gemar menikmati hiburan malam di klub. Di sisi lain, Wai Wai memiliki kesadaran sosial yang kuat. Dia rutin menyumbang untuk tetangganya yang miskin dan kepada kelompok penyelamat hewan.
Soe berkata, Wai Wai dulu sekali tidak tertarik pada politik. Pasangannya itu bahkan pernah mengatakan bahwa mereka harus menjauh dari politik karena risikonya yang berbahaya.
Ketika kudeta terjadi, Wai Wai pada awalnya tidak menunjukkan penentangan.
Namun karena perasaannya yang lemah lembut, Wai Wai, kata suaminya, marah saat mendengar kematian demonstran perempuan bernama Mya Thwe Thwe Khaing.
Mya ditembak mati oleh aparat di ibu kota Nyapyitaw seminggu setelah kudeta. Dia tercatat sebagai demonstran pertama yang kehilangan nyawa usai kudeta. Kematiannya secara luas ditangisi dan memicu kemarahan publik terhadap pihak berwenang.
Wai Wai menyumbangkan uang kepada keluarga Mya. Dia juga mulai mengunggah kabar tentang demonstran lainnya yang menjadi korban tindakan aparat yang semakin keras.
Soe berkata, dia dan Wai Wai sama-sama tahu bahwa mereka tidak dapat mengubah keadaan. Namun ketika Wai Wai melihat orang orang ditembak aparat, dia menjadi lebih blak-blakan menentang tindakan tersebut.
Soe menyebut Wai Wai lebih siap untuk mengambil risiko berunjuk rasa daripada dirinya.
Wai Wai pernah sekali ditangkap polisi selama mengikuti protes. Soe harus bernegosiasi dengan aparat untuk mengeluarkannya dari tahanan.
Namun Wai Wai menjadi sangat marah. Dia mengungkit sikap aparat yang menendang dan memukulinya.
Soe kemudian memperingatkan istrinya untuk tidak mengikuti unjuk rasa lagi. Dia mengingatkan Wai Wai bahwa mereka memiliki seorang putri untuk dirawat.
Setelah itu, dia percaya bahwa Wai Wai tidak lagi terlibat dengan kelompok oposisi.
Belakangan gerakan protes berkembang dari unjuk rasa tanpa kekerasan menjadi perlawanan bawah tanah yang saat ini menggunakan senjata dan bom buatan tangan. Mereka bahkan dituduh membunuh pejabat yang bekerja sama dengan militer.
Soe mengenal aktivis lain yang tertangkap bersama Wai Wai di gedung tempat mereka menginap di 44th Street, di pusat kota Yangon,. Bangunan itu tidak jauh dari rumah mereka.
Mereka semua adalah anggota Komite Pemogokan Muda Pzundaung Botahtaung, salah satu dari banyak kelompok yang dibentuk di Yangon pada hari-hari pertama setelah kudeta.
Wai Wai biasa bergaul dengan mereka dan terkadang mengajak mereka ke rumah untuk makan dan menggunakan internet.
"Saya mengagumi dan merasa kasihan pada mereka karena mereka siap untuk keluar dan menghadapi bahaya ketika saya tidak melakukannya," kata Soe.
Tapi Soe tidak tahu Wai Wai akan bergabung dengan demonstran di tempat persembunyian mereka pada hari Selasa lalu. Wai Wai hanya memberitahunya bahwa dia akan keluar sebentar tanpa mengganti pakaian atau merias wajah seperti biasanya.
Tidak jelas apa peran Wai Wai dalam kelompok itu. Mungkin saja dia hanya membayar sewa dan menawarkan dukungan materi lainnya.
Aktivis yang menentang kudeta di Myanmar harus terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindari penangkapan.
Soe percaya bahwa apa yang Wai Wai rasakan tentang penderitaan rakyat dan tekadnya untuk menentang junta militer adalah hal yang akhirnya mengantarkan nasib kepada istrinya.