Australia Kurang Pekerja Pertanian, Warga dari Timor Leste Jadi Solusi

Baik petani maupun pekerja asal Timor Leste ingin adanya kesempatan lebih banyak bagi pekerja untuk datang ke Australia. (Supplied: Mossmont Nursery)
Sumber :
  • abc

Lewat program Pekerja Musiman, pekerja dengan keterampilan rendah dari Timor Leste dan sembilan negara Pasifik lainnya bisa mengisi kekosongan di sektor pertanian Australia.

Jonathan Moss mengatakan 17 orang pekerjanya asal Timor Leste sudah seperti 'keluarga sendiri' dan mereka "tidak bisa menyelesaikan kerja di ladang tanpa bantuan para pekerja tersebut".

Pekerja ini sudah berada di Kebun Pembibitan Tanaman dan Buah Mossmont di Griffith di negara bagian New South Wales setiap tahun selama lima tahun terakhir guna mendapatkan penghasilan yang bisa dikirim kembali ke Timor Leste.

"Di Timor Leste sehari saya dapat bayaran Rp100 ribu. Di Australia saya kerja dari jam 7.30 pagi sampai 4 sore, dan dapat bayaran Rp2 juta," kata Calastino Dalman.

[

"Saya senang bisa mendapatkan penghasilan untuk membantu keluarga, membeli mobil untuk disewakan, membangun rumah, dan menyekolahkan adik-adik saya," kata Acacio Xavier.

Sejak pandemi COVID mulai terjadi, Australia sudah mengalami kesulitan mendapatkan pekerja asing untuk bekerja di ladang pertanian dengan kekurangan pekerja diperkirakan sekitar 25 ribu orang.

Melalui Program Pekerja Musiman yang dibuat oleh Pemerintah Australia, pekerja dari Timor Leste dan sembilan negara Pasifik bisa mengisi pekerjaan di pertanian ketika tidak cukup warga Australia untuk melakukannya.

Tujuan utama lainnya adalah membantu pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut.

Tiba lima tahun lalu tanpa ketrampilan, para pekerja asal Timor Leste di Mossmont ini sekarang sangat terampil.

"Mereka bisa menjalankan pertanian ini tanpa perlu pengawasan dari saya lagi. Program Pekerja Musiman ini adalah program yang bagus dan saya berharap jumlahnya akan terus ditingkatkan," kata Jonathan.

Pertanian miliknya yang menanam tanaman jeruk, almond dan buah-buahan yang memiliki biji, seperti buah pir akan memerlukan 60 pekerja tambahan di musim semi yang akan mulai awal September.

Meminta solusi cepat

Melihat keadaan sekarang dengan kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian, Jonathan Moss belum tahu dari mana dia akan mendapat pekerja.

Namun International Mobility Services (IMS), sebuah perusahaan pengerahan tenaga kerja milik warga Australia yang berbasis di ibu kota Timor Leste, Dili mengatakan mereka bisa mengirim pekerja.

"Kami memiliki lebih dari seribu pekerja yang sudah terdaftar, sudah menjalani pelatihan awal, sudah menjalani tes bahasa Inggris, mereka siap untuk pergi," kata Direktur Eksekutif IMS, Marcia Kelly.

"Ini akan cocok sekali, kami memiliki pekerja dan para petani membutuhkan pekerja."

Sekitar 70 persen pekerja yang sudah terdaftar di IMS sudah mendapatkan vaksin COVID-19 dosis pertama.

Hanya mereka yang sudah dua kali divaksinasi dan tes COVID negatif yang akan diusulkan bisa bekerja di Australia.

Marcia sudah mengirim pertanyaan kepada para pejabat di Australia mengenai syarat apa lagi yang harus dipenuhi para pekerja untuk bisa bekerja di Australia, termasuk keharusan karantina di Timor Leste atau di ladang di Australia.

Namun mengatakan sejauh ini belum mendapat jawaban apa pun.

Marcia mengatakan kurangnya masukan dari berbagai departemen di Australia sangat mengesalkan.

"Bila kami mendapatkan keterangan apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko COVID, maka kami akan bisa melakukannya untuk bisa mengirimkan para pekerja," katanya.

"Bagus sekali mereka membicarakan pembangunan fasilitas karantina yang baru, namun ini tidak membantu ketika petani membutuhkan pekerja sekarang ini. Kami menghendaki keputusan cepat dan solusi yang cepat."

Tindakan dari pemerintah

Menteri Pertanian Australia, David Littleproud mengatakan sekarang tergantung kepada masing-masing negara bagian untuk mengizinkan masuknya pekerja asal Timor Leste, karena itu bukan wewenang pemerintah federal.

"Sudah ada peluang bagi negara bagian untuk melakukan karantina, selain batasan untuk kedatangan internasional yang sudah ada, sudah ada perusahaan kesehatan internasional yang akan menjalankan karantina bagi pekerja dari negara Pasifik," ujar David.

David mengatakan ancaman COVID sebenarnya "rendah", sehingga pekerja masuk tapi sejauh ini tidak ada negara bagian yang melakukannya.

"Para menteri pertanian di negara bagian perlu duduk bersama dengan Menteri utama dan Kepala Bidang Kesehatan dan menjelaskan kepada mereka pentingnya memiliki sistem yang berbeda di bidang pertanian untuk kawasan regional Australia."

Namun menurut negara bagian, masalah imigrasi dan fasilitas karantina adalah tanggung jawab Pemerintah Federal Australia

Jonathon Moss dari Mossmont Nursery mengatakan solusi cepat segera diperlukan karena bila tidak, dia harus membatalkan kontrak untuk mengirimkan berbagai bibit tanaman dan buah kepada industri yang sudah memesan.

"Akan ada perbedaan besar bila kita bisa mendapatkan 700 pekerja yang sudah dipunyai IMS untuk memenuhi kebutuhan pekerja, tidak saja untuk perusahaan saya, namun juga perusahaan lain di Griffith atau di kawasan Australia lainnya," katanya.

"Saya ingin partai politik duduk bersama dengan petani dan menentukan cara terbaik untuk mendatangkan para pekerja tersebut, kami memerlukan mereka."

Sanak keluarga dan teman-teman dari para pekerja asal Timor Leste di Mossmont yang ingin bekerja di Australia sampai saat ini tidak paham mengapa mereka tidak bisa pergi padahal mereka sudah divaksinasi dan negatif COVID.

"Banyak orang yang sekarang sudah ada dalam sistem untuk bisa ke Australia dan mereka frustrasi karena mereka tidak bisa masuk ke Australia," kata Martinho Binto.

"Kami ke sini dan tinggal di sini, meskipun tidak ada warga asal Timor Leste yang tinggal di sini, kami senang dan nyaman di Griffith.'

Di hari minggu, para pekerja ini menghadiri misa di Gereja Katolik Hati Kudus.

Umat di sana menyambut baik para pekerja Timor Leste tersebut dan senang kalau ada lagi yang datang.

"Mereka membawa budaya bekerja keras yang bagus, juga keimanan yang mendalam, dan juga penuh antusias," kata Pastor Andrew Grace.

"Mereka senang di sini, dan kami juga senang dengan keberadaan mereka."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari  ABC News