Warga Afghanistan Putus Asa Tinggalkan Negaranya Usai Taliban Berkuasa

Selama berhari-hari, ribuan warga Afghanistan yang ketakutan telah menunggu di luar bandara ibu kota dengan harapan bisa naik pesawat untuk keluar dari negara itu. BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Para pemimpin senior Taliban berkumpul di ibu kota Afghanistan untuk memetakan pemerintahan "inklusif" di masa depan, di tengah keputusasaan yang semakin mendalam karena ribuan orang masih berebut meninggalkan negara itu melalui operasi evakuasi yang kacau.

Salah satu pendiri Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar tiba di Kabul pada hari Sabtu (21/08) untuk melakukan pembicaraan tentang pembentukan pemerintahan baru di Afghanistan.

Kelompok itu mengatakan akan bekerja sama dengan tokoh-tokoh jihad dan politisi untuk membentuk pemerintahan "inklusif" dan membantah menyebabkan kekacauan yang sedang berlangsung di bandara Kabul, ketika warga Afghanistan yang putus asa berusaha melarikan diri dari kekuasaan Taliban.

"Dia akan berada di Kabul untuk bertemu dengan para pemimpin jihad dan politisi untuk pembentukan pemerintah yang inklusif," kata seorang pejabat senior Taliban kepada kantor berita AFP.

Taliban mengambil alih Kabul pekan lalu, mengakhiri perang selama dua dekade, setelah Presiden AS Joe Biden menarik hampir semua pasukan AS dari Afghanistan.

Pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban di Afghanistan telah membuat sebagian warga takut akan kehidupan mereka dan berusaha melarikan diri dari negara itu, menggunakan segala cara.

Taliban disebut melakukan pencarian dari pintu ke pintu sementara adegan kekerasan juga telah dilaporkan di beberapa pos pemeriksaan yang dikendalikan Taliban.

Kelompok itu menguasai kota-kota besar pekan lalu sebagai bagian dari serangan besar-besaran yang mengejutkan pengamat internasional. Puncaknya adalah jatuhnya ibu kota, Kabul, yang memicu runtuhnya pemerintahan Afghanistan.

Kini, mereka yang bekerja untuk pemerintah atau kekuatan asing lainnya, serta jurnalis dan aktivis, mengatakan mereka takut akan pembalasan dan meminta dievakuasi.

Mereka berbicara dengan BBC, tetapi nama mereka telah diubah untuk melindungi keselamatan mereka.

Usman, yang bekerja sebagai penerjemah untuk angkatan bersenjata Inggris, sedang berlindung bersama istri dan beberapa tetangganya ketika Taliban datang.

Dia dibangunkan pada dini hari dan diberitahu bahwa kelompok itu ada di dekatnya.

"Mereka mencari dari pintu ke pintu," katanya kepada program BBC World at One.

"Semua orang panik - kemudian berita itu menyebar ke setiap rumah lainnya."

"Seorang tetangga mengatakan mereka sedang mencari senjata, dokumen, dan kendaraan pemerintah. Mereka mencoba mencari tahu siapa yang bekerja untuk NATO atau pemerintah."



"Saya hanya sempat memakai baju kemudian melompati tembok dan melarikan diri," kata Usman.

"Saya tahu bahwa saya akan dibunuh. Tidak ada cara lain."

Usman diberitahu bahwa dia memenuhi syarat untuk pindah ke Inggris pada bulan Desember, tetapi setelah semua dokumennya diproses, dia menerima surat penolakan pada hari Jumat.

"Kami tidak merasa aman," katanya. "Saya benar-benar putus asa."

EPA
Petempur Taliban berpatroli di kota-kota besar Afghanistan

Hashem, seorang penerjemah, sedang berlindung di sebuah apartemen di salah satu kota terbesar di negara itu ketika dia berbicara kepada BBC.

"Saya bekerja dengan pasukan perantara dan berpikir pemerintah AS dan Jerman akan membantu," katanya.

"Saya harus menghancurkan semua dokumen yang saya miliki."

"Saya memiliki keberanian untuk pergi ke bandara Kabul, dan seseorang dari kelompok Taliban mengatakan kepada saya bahwa ada berita palsu yang menyebar bahwa Amerika akan membawa orang keluar."

"Dia mengatakan kepada saya untuk memberi tahu orang lain agar tidak pergi ke bandara. Kami sedang mendiskusikan rencana tentang apa yang bisa kami lakukan untuk melarikan diri ke negara lain."

Reuters
Evakuasi sedang berlangsung dalam beberapa hari terakhir, tetapi ribuan orang tetap putus asa untuk pergi

Bukan hanya mereka yang bekerja untuk pemerintah internasional yang ketakutan.

Dua perempuan yang bekerja untuk jaringan media asing, kini bersembunyi dan mengatakan bahwa Taliban sedang mencari mereka.

Tanpa visa, bagaimanapun, mereka mengatakan bepergian ke bandara akan sia-sia.

"Mereka sudah dua kali menelepon ke rumah saya... mencari saya dan suami saya," kata salah satu perempuan, Aida.

"Mereka bertanya kepada anggota keluarga saya yang lain di mana kami berada dan mereka juga mengirimi saya pesan ancaman."

"Mereka mengatakan bahwa ketika mereka menemukan saya, mereka akan membunuh saya."

"Saya merasa sangat putus asa dan stres tentang apa yang akan terjadi pada saya dan keluarga saya," katanya.

"Saat ini kami seperti kalkun di rumah kami," kata rekannya, Saabira.

"Kami tidak bisa keluar karena Taliban ada di sekitar kami."

Dia mengatakan persediaan makanannya hampir habis.

"Taliban berusaha menemukan [pekerja] pemerintah, jurnalis, dan aktivis hak-hak perempuan. Kami benar-benar khawatir - bagaimana jika mereka datang ke rumah kami? Bagaimana jika mereka mengetuk pintu kami?"

"Bandara tidak memungkinkan bagi kami karena kami belum [dapat] visa" katanya.

"Kami tidak punya uang atau dukungan apa pun, jadi itu tidak mungkin."

Sementara itu, sejumlah guru bahasa Inggris yang bekerja untuk British Council melatih guru sekolah yang sangat ingin pergi dari Afghanistan, tetapi telah ditolak visanya untuk datang ke Inggris.

"Kami ngeri dan benar-benar takut," kata salah satu dari mereka.

"Selama sepekan terakhir, saya tidak bisa berbicara bahasa Inggris di depan siapa pun karena saya takut mereka akan menyadari bahwa saya bekerja dengan orang asing."

"Saya tidak pernah mempertimbangkan untuk pergi ke bandara Kabul, saya punya anak dan saya tidak bisa mempertaruhkan nyawa mereka," katanya.

"Kekhawatiran kami adalah bahwa [Taliban] sedang mencari orang-orang tertentu yang membantu pemerintah asing, itu membuat kami takut."

"Tapi ketika saya melihat bandara Kabul, saya tidak menemukan cara untuk melewati kerumunan dan masuk."

"Saya ingin pemerintah Inggris mempertimbangkan bantuan kami berikan untuk mereka," katanya.

"Jika kami tetap di Afghanistan, hidup kami dalam bahaya besar."

Laporan tambahan oleh Gareth Evans, Georgina Rannard and Mike Thomson