WHO Selidiki Ulang Asal Usul Corona, China: Jangan Ada Manipulasi

Ilustrasi virus corona/COVID-19/laboratorium.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Kementerian Luar Negeri China pada hari Kamis 14 Oktober 2021, memperingatkan terhadap apa yang disebutnya kemungkinan "manipulasi politik" dari penyelidikan baru oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang asal-usul virus corona, meski sekaligus menyatakan akan mendukung upaya badan internasional PBB itu.

Sebelumnya, WHO merilis daftar 25 ahli yang diusulkan untuk konsultasi terkait langkah selanjutnya dalam pencarian asal virus, setelah upaya sebelumnya diserang Amerika Serikat (AS) karena terlalu lunak pada China, di mana kasus corona pertama terdeteksi pada akhir 2019.

Beijing dituduh menyembunyikan data mentah tentang kasus-kasus awal corona, selama kunjungan tim WHO pada Februari lalu, dan sejak itu menolak seruan untuk penyelidikan lebih lanjut, dengan mengatakan AS dan negara  lainnya mempolitisasi masalah tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan China akan terus mendukung dan berpartisipasi dalam penelusuran ilmiah global, dan dengan tegas menentang segala bentuk manipulasi politik.

"Kami berharap semua pihak terkait, termasuk sekretariat WHO dan kelompok penasihat, akan secara efektif menjunjung tinggi sikap ilmiah yang bertanggung jawab dan objektif," kata Zhao kepada wartawan pada briefing harian.

Para ahli yang diusulkan oleh badan kesehatan PBB termasuk beberapa yang berada di tim asli yang pergi ke kota Wuhan di China tengah untuk menyelidiki asal-usul COVID-19. Temuan tim awal yang dipimpin WHO dinilai tidak meyakinkan, dan para ahli merilis laporan yang menyimpulkan bahwa "sangat tidak mungkin" bahwa virus corona bocor dari laboratorium Wuhan. Hal itu memicu kritik dari para ilmuwan lain bahwa teori itu belum diperiksa dengan benar. 

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, kemudian mengakui bahwa terlalu dini untuk mengabaikan teori laboratorium. Beijing telah berulang kali mempertanyakan apakah virus itu memang berasal dari China, dan telah menyerukan penyelidikan ke laboratorium militer AS tanpa memberikan bukti kuat.