Mahasiswa Internasional Sudah Tak Sabar Menghambur ke Australia

Agen pendidikan dari Masiratna Study Abroad, Tengku Kelana Jaya, mengatakan Australia masih menjadi destinasi populer bagi pelajar internasional pasca pandemi. (Koleksi pribadi)
Sumber :
  • abc

Adista Nuratika yang saat ini berada di Jakarta sudah tak sabar lagi untuk kembali ke Australia, melanjutkan kuliahnya di Adelaide University.

"Begitu border (perbatasan) buka, saya tinggal pesan tiket dan berangkat," ujarnya kepada wartawan ABC Indonesia Farid M. Ibrahim.

Adista adalah salah seorang dari ribuan mahasiswa internasional yang menjalani perkuliahan di perguruan tinggi di Australia secara daring dari negaranya masing-masing. 

Seorang agen pendidikan dari Masiratna Study Abroad (MSA) di Melbourne, Tengku Kelana Jaya, menyebutkan ada ribuan mahasiswa internasional yang tertahan di luar Australia akibat penutupan perbatasan Australia pada Maret 2020.

Menurut Kelana, dibandingkan dengan Australia, negara seperti Amerika, Inggris dan Kanada sudah terlebih dahulu membuka perbatasan mereka untuk menerima pelajar internasional kembali.

"Sedangkan mahasiswa internasional di Australia masih terhambat karena perbatasan masih tutup," ujarnya.

Kelana mengatakan Australia saat ini tetap menjadi destinasi populer di kalangan mahasiswa internasional, terutama asal Indonesia, Malaysia, Singapura dan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya.

Permintaan mahasiswa internasional untuk mendaftar kuliah melalui agen MSA tetap ada di saat pandemi, ujarnya.

"Ada juga yang bilang, saya tidak apa-apa biar kuliah online. Buat mereka yang mau sekolah di tempat bagus, biarpun online tidak ada masalah," ujarnya.

Memiliki rencana menetap di Australia

Adista pernah mengambil 'double degree' antara Universitas Indonesia dan Deakin University,.

Ia tetap memutuskan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi di Australia, meski dilakukan secara jarak jauh dari Jakarta.

Adista sebenarnya berencana untuk mendaftar jadi permanent resident (PR) atau penduduk tetap di Australia setelah lulus S-1 tahun 2019 lalu.

"Tapi orang tuaku tidak mau kalau saya jadi PR padahal belum dapat pekerjaan. Makanya disuruh balik dulu [ke Indonesia]," katanya.

Adisti mengaku ia kembali memilih Australia sebagai tujuan studinya karena sudah lebih akrab dengan negara ini.

"Alasan kedua, kita bisa menjadi PR, karena saya rencananya mau tinggal [di Australia]. Jadi mau melamar TR [temporary resident] dan kemudian PR," ujarnya. 

Ia berpendapat jalan untuk menjadi penduduk tetap di Australia lebih terstruktur bagi pelajar internasional yang memenuhi syarat, meski aturannya semakin sulit setiap tahunnya.

"Terus karena saya 'kan anak tunggal, jadi saya ini cucu tunggal dari kedua pihak orang tuaku. Kalau ada apa-apa, dekat untuk balik," tambahnya.

Bisa mendapat pengalaman kerja

Menurut Kelana, banyak mahasiswa dan calon mahasiswa di negara lain saat ini tinggal menunggu lampu hijau untuk masuk ke Australia.

"Calon-calon mahasiswa sudah bertanya kapan perbatasan dibuka. Begitu buka, banyak yang sudah daftar kuliah, tinggal bayar dan apply visa," jelasnya.

Pemerintah negara bagian Queensland sudah mengumumkan mereka akan kembali menerima mahasiswa internasional mulai tahun 2022.

Mereka nantinya akan mendarat di Brisbane, ibu kota Queensland, untuk kemudian menjalani karantina di fasilitas khusus. 

Sebelumnya, Kawasan Australia Utara juga pernah memiliki program menjemput mahasiswa internasional, termasuk asal Indonesia pada akhir tahun 2020.

Timothy, seorang calon mahasiswa yang saat ini berada di Bali, mengatakan ia tinggal menunggu kapan perbatasan Australia dibuka kembali.

"Saya sudah mendaftar di Australian Institute of Entrepreneurship di Melbourne. Rencananya mau mengambil bidang cookery," katanya.

Timothy pernah tinggal di Melbourne di tahun 2019, saat itu ia baru belajar Bahasa Inggris sebelum menjalani program diploma di bidang 'management business'.

"Di tahun 2020 harusnya sudah masuk kelas, tapi karena ada lockdown sejak bulan Maret, jadi kelasnya tutup," katanya.

Saat kelas tatap muka ditutup, Timothy memutuskan untuk mencari pekerjaan.

"Tapi dari bulan Maret sampai Agustus 2020 saya cuma beberapa kali kerja. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke Indonesia," ujar Timothy.

Timothy mengaku pertimbangan utama memilih Australia karena ia ingin belajar mandiri, selain karena bisa mencari pengalaman kerja.

"Tapi poin utamanya, karena ada peluang untuk mencari PR," tutur Timothy.

Tak selalu bekerja di bidang sesuai ilmu studinya

Kesempatan untuk bisa tinggal dan bekerja di Australia setelah menyelesaikan kuliah merupakan salah satu faktor yang menjadikan Australia menarik bagi banyak calon mahasiswa,  menurut Kelana.

"Karena setelah selesai, bisa apply post study visa yang berlaku dua tahun dengan hak kerja full time," katanya.

Dari pengamatannya tetap tidak mudah bagi lulusan Australia untuk mendapat pekerjaan setelah pulang ke negara asalnya, meski memiliki gelar lulusan luar negeri.

Salah satu  alasanya karena lulusan baru dianggap tak memiliki pengalaman kerja sebelumnya.

Tapi Pemerintah Australia menawarkan kesempatan bagi mahasiswa internasional yang memenuhi syarat untuk bisa mendapat pengalaman kerja di Australia setelah lulus.

"Nah, pihak Australia menawarkan, 'oke kalian bisa kerja dan mencari pengalaman di sini selama dua tahun setelah lulus'," jelas Kelana.

"Ini sangat atraktif," katanya, sementara negara lain seperti Inggris baru meniru kebijakan seperti ini dua tahun lalu.

Kesempatan mencari pekerjaan sudah dilakukan Zulfikar Alamsyah, mahasiswa program Master of Professional Accounting di RMIT University yang baru saja menyelesaikan kuliahnya.

"Saya sudah cukup lama mencari pekerjaan di bidang ini. Apalagi saat kuliah sebenarnya ada program internship," ucapnya.

"Cuma kebanyakan perusahaan lebih memilih yang citizen dan PR saja, karena tidak mau repot dengan urusan visa," ujarnya.

"Saya akhirnya mencari sendiri, tapi pas terjadi pandemi dan banyak perusahaan yang menghentikan atau mengurangi kegiatannya," katanya.

Zulfikar mengatakan awalnya ia ikut program master di Australia karena mau mencari pekerjaan di bidangnya dan bisa menetap di Australia.

"[Tapi] sekarang kondisi saya seperti digantung, antara pulang ke Indonesia atau stay di sini," ujarnya.

Melihat pengalaman teman-temannya, Zulfikar mengatakan memiliki nilai tinggi dan mendapat surat rekomendasi dari kampus akan membantu lulusan untuk lebih mudah diterima saat melamar kerja.

Tapi bagi banyak lulusan lainnya untuk bisa mendapatkan pengalaman kerja di Australia mereka bahkan harus mencari kerja di luar bidang ilmunya.

"Saya punya teman, sudah tiga tahun selesai kuliah. Saya tanya apa kuliahmu, katanya, ekonomi. Apa kerjamu sekarang, dia bilang jadi cleaning service," kata Zulfikar.

Simak artikel menarik lainnya dari ABC Indonesia.