Gara-gara Perubahan Iklim Burung Albatros yang Setia Jadi Bercerai
- bbc
Kenaikan air laut, banjir di mana-mana, dan kebakaran hutan yang semakin parah merupakan dampak perubahan iklim yang bisa kita saksikan secara kasat mata. Namun, tahukah Anda ada dampak perubahan iklim, yang mungkin tidak bisa kita saksikan langsung, tapi benar-benar terjadi dan bisa mengancam keseimbangan yang ada di Bumi.
Para peneliti baru saja menemukan bahwa perubahan iklim juga mempengaruhi kehidupan albatros, burung laut terbesar di dunia. Hasil penelitian mereka menunjukkan jumlah perceraian albatros meningkat drastis, padahal albatros dikenal setia.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Royal Society mengamati 15.500 pasangan kawin burung albatros di Kepulauan Falkland selama 15 tahun.
Dalam istilah manusia, perceraian albatros pada dasarnya hanya selingkuh. Hal itu terjadi ketika salah satu pasangannya menjalin hubungan dengan albatros lain yang sudah memiliki pasangan.
Baca juga:
- Apakah tubuh satwa liar menyusut karena perubahan iklim?
- Selidiki dampak perubahan iklim, ilmuwan hitung walrus dari luar angkasa
- Es di kutub kian menyusut, beruang kutub terancam punah pada 2100 mendatang
Albatros juga memiliki fase pertumbuhan seperti manusia, yang mencoba (dan terkadang gagal) untuk mencari cara terbaik dalam menjalin hubungan.
Namun, pada akhirnya, ketika mereka menemukan pasangan yang cocok, mereka biasanya tetap bersama seumur hidup.
Hanya 1% albatros yang berpisah setelah memilih pasangan hidup mereka. Jumlah ini jauh lebih rendah daripada tingkat perceraian manusia di Inggris.
"Monogami dan ikatan jangka panjang sangat umum bagi albatros," kata Francesco Ventura, peneliti di University of Lisbon yang terlibat dalam penelitian perceraian burung laut itu.
Perubahan iklim ternyata menguji kesetiaan albatros. Sepanjang durasi penelitian, peningkatan suhu air laut yang membuat air menjadi lebih hangat, ternyata juga meningkatkan angka perceraian albatros menjadi 8%.
`Perceraian yang disebabkan oleh kondisi lingkungan`
Penelitian tersebut menunjukkan "perceraian yang didorong oleh kondisi lingkungan mungkin merupakan konsekuensi yang diabaikan" dari perubahan iklim.
Biasanya, perceraian albatros terjadi ketika mereka gagal berkembang biak. Kondisi itu memaksa mereka menemukan pasangan baru di musim kawin berikutnya.
Namun, dalam penelitian tersebut, albatros tetap berpisah meskipun musim kawin mereka sukses.
Francesco mengatakan ada dua kemungkinan yang menyebabkan angka perpisahan albatros meningkat. Pertama, terkait dengan perjuangan hubungan jarak jauh.
Air yang semakin hangat membuat waktu berburu mereka menjadi lebih lama dan mereka pun harus terbang lebih jauh.
Jika burung gagal kembali pada waktunya untuk musim kawin, pasangannya bakal mencari pasangan baru.
Kedua, terkait tingkat stres. Hormon stres albatros naik di lingkungan yang lebih keras, seperti saat air menjadi lebih hangat.
Dengan kondisi perkembangbiakan yang lebih sulit, dan kelangkaan makanan, hal itu dapat menyebabkan lebih banyak albatros mengalami stres dan mereka bisa disalahkan karena "kinerjanya memburuk"- yang pada akhirnya dapat memicu perceraian, kata Francesco.
Penelitian ini dilakukan karena banyak populasi albatros di dunia mengalami masalah.
Data dari 2017 menunjukkan jumlah pasangan spesies yang berkembang biak hanya setengah dari jumlah mereka di tahun 1980-an.
Francesco mengatakan di Kepulauan Falkland, ini bukan masalah bagi populasi albatross. Namun, di daerah lain yang populasi albatrosnya sedikit, fakta ini mengkhawatirkan.
"Suhu naik dan akan terus naik, jadi ini mungkin akan menimbulkan lebih banyak gangguan," katanya.
Follow Newsbeat on Instagram, Facebook, Twitter and YouTube.
Listen to Newsbeat live at 12:45 and 17:45 weekdays - or listen back here.