Permintaan Pangan Indonesia akan Meningkat 4 Kali Lipat Tahun 2050

Sepuluh persen warga Indonesia sekarang digolongkan sebagai warga miskin menurut  Bank Dunia.  (Reuters: Ajeng Dinar Ulfiana)
Sumber :
  • abc

Lebih dari 27 juta warga Indonesia masih dikategorikan miskin sehingga mengizinkan masuknya produk makanan dari Australia bisa membantu menutupi permintaan yang meningkat empat kali lipat di tahun 2050.

Menurut Bank Dunia, pembatasan yang diberlakukan karena adanya pandemi COVID-19 sudah menyebabkan bertambahnya warga miskin di Indonesia sebanyak 1,1 juta orang.

Dikatakan bahwa pandemi telah menyebabkan program untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia menjadi mundur tiga tahun, dan sekarang ada 27,5 juta warga - atau sekitar 10 persen dari jumlah penduduk - yang masuk dalam kategori miskin.

Menurut laporan Biro Pertanian dan Sumber Daya Ekonomi Australia (ABARES), kebijakan perdagangan Indonesia sejak tahun 2012 menjadi salah satu sebab masih tingginya angka kemiskinan di sana.

"Fokus swasembada pangan telah menyebabkan tingginya biaya ekonomi dan sosial, khususnya harga makanan yang menjadi lebih tinggi," kata laporan ABARES.

Direktur ABARES Jared Greenville mengatakan potensi pertumbuhan pasar makanan Indonesia sangat besar.

"Kami memperkirakan permintaan akan makanan akan meningkat empat kali lipat di tahun 2050 karena meningkatnya permintaan akan makanan yang lebih bervariasi dan lebih bernilai tinggi seperti daging, produk susu, buah dan sayuran," katanya.

Investasi membuat harga lebih murah

Menurut pendapat ABARES membuka diri bagi investasi asing di Indonesia akan menurunkan harga makanan dan juga memperbaiki kualitas makanan yang tersedia.

ABARES memperkirakan bahwa setelah krisis pandemi berlalu,  meningkatnya jumlah warga kelas menengah akan memaksa pemerintah Indonesia untuk mengubah kebijakan yang mengizinkan lebih banyak impor makanan dari luar.

Dr Greenville mengatakan produk makanan itu bisa termasuk buah-buahan Australia yang ditanam di musim dingin.

"Daging merah juga termasuk salah satu yang memiliki potensi besar," katanya.

"Karena dataran Australia yang begitu luas, kita memiliki keuntungan dalam hal produksi sapi dan domba."

Faktor kelas menengah

ABARES memperkirakan bahwa sekitar 75 persen nilai dari makanan yang yang dikonsumsi di Indonesia di tahun 2050 berasal dari produk impor.

Dr Greenville mengakui bahwa banyak  petani Australia - khususnya peternak sapi - mungkin frustasi karena ketidakmampuan mereka untuk memasuki pasar Indonesia saat ini.

Tetapi dia mengatakan bahwa hal yang dibutuhkan adalah kesabaran dan keuletan.

"Australia sudah memiliki hubungan panjang dengan Indonesia, menjadi salah satu tetangga terdekat, memang ada kesulitan di bidang perdagangan, dan adanya peraturan yang rumit di Indonesia yang harus ditangani," katanya.

"Namun saya kira dalam jangka panjang, kesabaran dan keuletan akan menjadi faktor kunci.

"Bila angka-angka ini di masa depan menjadi kenyataan, maka akan banyak kesempatan di sana."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News