Ratusan Paus Biru Kerdil Lakukan Perjalanan Melalui Selat Timor Leste

Paus biru kerdil yang bermigrasi dapat terlihat dari pantai saat mereka melewati ibu kota Timor Leste, Dili. (Supplied: Edna Acojedo/Compass Timor-Leste)
Sumber :
  • abc

Setiap tahun antara bulan September dan Desember, ratusan paus biru kerdil berenang melalui parit bawah laut, yang sempit namun sangat dalam, antara Timor-Leste dan pulau-pulau di sebelah utaranya.

Selat Ombai-Wetar yang terletak dekat kota Dili adalah selat yang tersempit dengan lebar sekitar 20 kilometer.

Di pantai dekat selat inilah Anda dapat dengan mudah melihat paus biru kerdil saat mereka berenang, terkadang dalam jarak 100 meter.

Daerah ini sudah lama dikenal sebagai tempat yang pas untuk melihat aneka fauna laut termasuk berbagai jenis paus dan lumba-lumba.

Tapi baru sekarang, berkat sebuah program pemantauan tahunan, paus biru yang lewat bisa ditemukan.

Sebuah tempat yang sempurna

Karen Edyvane, yang mengawasi program tersebut, mengatakan dari pemantauan sebelumnya diperkirakan populasi "Austral-Indonesia" bekisar sekitar 700 hingga 1.400 ekor paus biru kerdil.

Paus biru "Pygmy", atau kerdil, disebut demikian karena mereka adalah yang terkecil dari empat sub-spesies yang umumnya dikenal.

Namun, mereka masih bisa tumbuh hingga 24 meter, beberapa meter lebih pendek dari ukuran paus biru normal yang panjangnya mencapai 30 meter dengan berat hingga 130 ton.

Program pemantauan paus sudah dimulai sejak tahun 2016, menggunakan drone, pesawat, kapal, dan pengamatan dari darat. 

Operator tur paus di kawasan setempat juga membantu para ilmuwan, terutama dengan informasi penampakan dan gambar paus.

Pada tahun 2020, program ini juga membentuk sebuah jaringan nelayan lokal yang mengamati ikan paus. 

Menurut Dr Karen, asisten profesor di Universitas Charles Darwin dan Universitas Nasional Timor Leste, setelah para nelayan lokal datang tahun lalu, program tersebut melaporkan telah melihat 500 ekor paus biru.

Jumlah tersebut menjadi sebuah rekor baru, dua kali lipat dari yang jumlah yang diamatinya sebelumnya.

"Ini adalah program yang sangat sukses dan fantastis," katanya.

Ia mengatakan jumlah ikan paus yang terlihat sangatlah luar biasa, karena bisa terlihat juga di malam hari.

"Desa-desa itu sangat dekat dengan air, warga bisa mendengar paus yang lewat, kemudian mereka mengeceknya dengan obor."

Abisai Da Costa, salah satu nelayan yang berpartisipasi dalam proyek pengamatan paus mengatakan di tempat asalnya, yakni Pulau Atauro, ada banyak nelayan tapi tak cukup banyak pekerjaan bagi mereka.

Karenanya ia mendorong agar nelayan lain ikut terlibat dalam program pemantauan paus biru.

“Ini bisa menjadi pekerjaan kedua bagi mereka, saya ingin membantu mengajari mereka bagaimana membangun masa depan yang baik,” ujarnya.

Dr Karen mengatakan interaksi terbaiknya dengan paus biru adalah saat dia bekerja dengan nelayan setempat.

"Kami berada di perahu nelayan kayu yang sangat kecil dan paus biru ini sering muncul, tepat di sebelah Anda," katanya.

"Mereka lebih dari tiga kali ukuran perahu dan semburannya setinggi 10 meter," ujarnya, yang juga mengatakan menjadi hal yang tak bisa ia lupakan.

Dr Karen mengatakan populasi "Austral-Indonesia" diyakini bermigrasi setiap tahun dari tempat mereka makan di Antartika, berenang naik dan mengitari Australia selatan dan barat, melewati Timor Leste, sebelum tiba di Laut Banda untuk melahirkan dan berkembang biak.

Berdasarkan pemantauan jangka panjang, Dr Karen mengonfirmasikan jika Selat Ombai-Wetar memang menjadi koridor migrasi utama untuk paus biru kerdil.

"Kami juga mengkonfirmasi bahwa lorong yang sangat sempit ini adalah tempat yang sempurna, tidak hanya untuk menghitung jumlahnya, tetapi juga meneliti lebih banyak tentang mereka."

Dia menambahkan, beberapa paus biru juga bermigrasi di sepanjang selatan Timor Leste, melalui Laut Timor.

Hasil dari program Monitoring ini merupakan kabar baik bagi Timor Leste dan ikan paus, katanya.

“Kami berharap dapat mendorong peneliti paus biru lainnya untuk datang ke sini melakukan penelitian dan juga spesies paus lainnya,” katanya.

"Ini juga berita bagus untuk industri wisata bahari, yang masih baru, kecil, tapi berkembang cukup pesat."

Bertemu paus biru adalah 'sensasi yang menyenangkan'

Robert Crean, pemilik operator wisata bahari Compass Timor Leste, mengatakan pantai utara negaranya adalah tempat yang luar biasa untuk melihat paus, karena banyak yang melintas di sana.

"Kami, dengan rendah hati, yakin situasi seperti ini benar-benar langka di dunia, terutama jika menyangkut hewan seperti paus biru."

Mengenal lebih dekat paus biru, sebagai salah satu "penghuni laut yang paling menakjubkan" adalah "sensasi yang menyenangkan", katanya.

"Ini mungkin terdengar klise, tapi pertemuan dengan paus biru merupakan pengalaman singkat mengesankan, yang dapat memperdalam hubungan kita dengan laut," katanya.

Robert, warga Australia yang telah tinggal di Timor Leste selama lebih dari 20 tahun mengatakan dirinya percaya jika wisata paus nantinya memiliki potensi untuk memimpin pengembangan industri wisata bahari di Timor Leste.

Perekenomian negara muda ini sampai sekarang masih sangat bergantung pada cadangan minyak.

“Potensinya sangat besar dan belum tergarap, sehingga hampir tidak mungkin untuk mengukur batasnya,” katanya.

Tanda-tanda kurang gizi

Menurut Dr Karen, salah satu hal penting tentang program pemantauan paus biru adalah memberikan kesempatan untuk mengamati paus.

"Apa yang kami lihat tahun ini, yang mungkin bahkan lebih signifikan, adalah tanda-tanda mengkhawatirkan dari beberapa paus yang sangat kekurangan gizi, terutama induk paus," katanya.

"Sangat normal bagi paus biru untuk kehilangan berat badan selama mereka berada di perairan tropis. Tapi tahun ini, mereka terlihat sangat kurus, terutama di tubuh bagian bawah dan di belakang lubang sembur."

"Pada beberapa paus, tulang rusuk, tulang belakang, dan tulang punggung mereka sangat menonjol dan terlihat."

Dia mengatakan paus-paus itu juga meninggalkan tempat melahirkan dan berkembang biak lebih awal dari biasanya.

Dan bukannya melewati perairan Timor Leste dengan cepat, mereka menghabiskan waktu yang tidak biasa untuk makan.

"Mereka jelas sangat lapar," katanya.

Dia mengatakan, penyebabnya mungkin terkait suhu tinggi permukaan laut, yang tercatat dalam jalur migrasi paus melalui Timor Leste, akibat tren pemanasan laut yang lebih lama yang mengkhawatirkan.

"Kami jelas membutuhkan lebih banyak penelitian yang mencakup pemantauan paus dan perubahan atmosfer laut tropis yang kompleks untuk lebih memahami dampak tren laut dan iklim ini pada populasi paus biru," katanya.

Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.