Aktivis Palestina Tuduh Pemerintah Australia Langgar UU Anti-rasisme
- abc
Pemerintah Australia dituduh melanggar Undang-undang Anti Rasisme karena tidak mengecam dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel terhadap warga Palestina.
Tuduhan ini tercantum dalam upaya hukum yang dilakukan aktivis Palestina di Australia, Nasser Mashni.
Nasser melaporkan Pemerintah Australia ke Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menyebut pemerintah telah mendiskriminasi seorang pria Australia keturunan Palestina dalam pernyataan terkait pengeboman Gaza oleh Israel pada Mei 2021.
Pemerintah Australia juga dituduh melobi agar tidak dilakukan penyelidikan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang Israel.
Seorang pakar HAM menilai laporan yang diajukan Nasser dapat menjadi preseden besar jika berhasil, namun dia mengatakan kemungkinan besar akan gagal.
Tindakan pemerintah 'menyakitkan'
Kepada program radio ABC, RN Breakfast, Nasser menyebutkan bahwa keluarganya telah mengalami diskriminasi di Australia karena latar belakang mereka.
Dia menyebutkan salah satu contoh yang dialami putranya yang duduk di bangku SMA, dihina sebagai teroris oleh seorang guru.
"Salah satu anak saya, setelah serangan kelompok Islamis yang brutal di Paris, ketika gurunya mengabsen, dia tak memanggil namanya," ujarnya.
"Guru itu berkata, oh pikiranmu sedang sibuk ya, apakah sibuk memikirkan apa yang dilakukan saudara-saudaramu di Paris selama akhir pekan kemarin?" kata Nasser.
Pihak sekolah telah meminta maaf atas kejadian tersebut.
Tapi Mashni percaya diskriminasi semacam ini bisa langsung dikaitkan dengan bahasa dan tindakan pejabat Pemerintah Australia.
"Hal ini sangat menyakitkan," ujar Nasser.
"Kami meminta agar Pemerintah Australia berimbang, berbicara dengan cara yang seimbang," katanya.
"Saat ini, mereka tidak melakukannya," tambahnya.
Nasser menuduh pemerintah telah melanggar Pasal 9 dari Undang-Undang Diskriminasi Rasial, dan sekarang sedang diselidiki oleh Komnas HAM Australia.
Pengacara yang mendampingi Nasser, Moustafa Kheir dari Birchgrove Legal, mengakui laporan ini bukan laporan biasa soal Pasal 9.
"Ini berbeda karena menyoroti bagaimana kebijakan luar negeri pemerintah memengaruhi warganya. Bagaimana kebijakan luar negeri dapat membuat warga negara merasa seolah-olah mereka tidak setara di dalam negeri," kata Moustafa.
Bisa menjadi preseden
Menanggapi laporan ini, Joel Burnie dari Dewan Urusan Israel dan Yahudi Australia, mengatakan hal itu tampaknya menarik perhatian.
"Saya tidak percaya bahwa kebijakan luar negeri Australia berdampak negatif terhadap kehidupan warga Australia keturunan Palestina yang tinggal di Australia," katanya.
Dia menolak anggapan bahwa kebijakan luar negeri Australia "sangat condong ke satu arah" dalam hal konflik antara Israel dan Palestina.
Ia juga mengatakan, keputusan pemerintah untuk mengajukan gugatan dalam kasus ICC hanyalah ekspresi pendapat hukum tentang yurisdiksi pengadilan.
Ahli hukum internasional dan HAM dari Universitas Newcastle, Profesor Amy Maguire, menilai laporan Nasser ini tidak biasa.
"Saya sendiri belum pernah melihat yang seperti ini," katanya kepada ABC.
"Pengaduan diskriminasi rasial yang lebih umum adalah, misalnya, seorang individu mengklaim bahwa mereka tidak diberi kesempatan kerja karena faktor ras mereka. Atau mungkin mereka ditolak masuk ke tempat tertentu karena ras mereka," paparnya.
Profesor Maguire menilai laporan ini tipis kemungkinannya berhasil karena kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh advokasi politik bukan oleh UU diskriminasi.
"Jika pun berhasil, hal itu akan menjadi preseden sangat penting yang secara fundamental akan mengubah penerapan UU diskriminasi pada kebijakan publik Australia," katanya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.