Kelompok Pemberontak Sokongan Rusia Mulai Mobilisasi Militer

Pertarungan antara pasukan Ukraina dengan kelompok pemberontak yang didukung Rusia telah berkobar. BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Kelompok pemberontak sokongan Rusia di bagian timur Ukraina telah mengeluarkan perintah mobilisasi militer di tengah eskalasi ketegangan.

Para laki-laki yang cukup umur untuk berperang di kawasan yang memproklamasikan diri sebagai Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk saat ini dalam posisi siaga.

Kepala Republik Rakyat Donetsk, Denis Pushilin, telah mengeluarkan perintah mobilisasi yang menyerukan "semua pria yang mampu mengangkat senjata untuk bangkit membela keluarga, anak-anak, istri dan ibu" mereka.

"Melalui upaya bersama, kami akan mencapai kemenangan yang kami dambakan dan butuhkan," tulisnya di dalam Telegram. "Kami akan membela Donbas dan semua rakyat Rusia".

Lembaga pemantau melaporkan adanya "peningkatan yang dramatis" dalam serangan di sepanjang garis yang memisahkan pasukan pemerintah Ukraina dan pemberontak.

Seorang tentara Ukraina tewas tertembak pada Sabtu (19/02) pagi, kematian pertama yang dilaporkan dalam beberapa minggu terakhir.

Rangkaian kejadian ini berlangsung setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan dirinya yakin Rusia akan menyerang Ukraina, sebuah tuduhan yang telah dibantah oleh Moskow.

Di Kota Munich, Jerman, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara Barat termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris.

Negara-negara Barat menuduh Rusia berusaha untuk membuat situasi krisis di wilayah-wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina, sebagai dasar untuk melancarkan serangan.

AS memperkirakan terdapat 169.000-190.000 personel militer Rusia berada di sepanjang perbatasan Ukraina. Angka ini termasuk pasukan separatis di Donetsk dan Luhansk.

BBC

Presiden Rusia, Vladimir Putin saat sedang mengawasi latihan besar-besaran pasukan rudal nuklir Rusia pada Sabtu kemarin, mengatakan situasi di Ukraina memburuk.

Dia mengatakan, tetap bersedia untuk mendiskusikan krisis tersebut dengan pemimpin-pemimpin negara Barat, tapi menuduh mereka telah mengabaikan masalah keamanan Rusia.

Ukraina adalah bekas negara republik Soviet yang memiliki ikatan sejarah dengan Rusia.

Negara ini bukan bukan anggota NATO atau Uni Eropa, akan tetapi memiliki kedekatan dengan keduanya.

Belum ada jumlah pasti, akan tetapi diperkirakan sebanyak 3,5 juta orang tinggal di dua wilayah kelompok pemberontak, yang memisahkan diri pada 2014 setelah pemerintahan pro-Rusia digulingkan. Berdasarkan laporan media Rusia, sejak saat itu setidaknya 720.000 penduduk di sana mendapatkan kewarganegaraan Rusia.

BBC

Di Luhansk, pemimpin kelompok separatis, Leonid Pasechnik, melarang semua pria berusia 18-55 untuk meninggalkan wilayah itu, dan mengatakan otoritas di sana berhak untuk meminta kendaraan dan properti lainnya untuk "kebutuhan pertahanan".

Sejumlah warga sipil telah dievakuasi dari wilayah pemberontak ke negara tetangga Rusia. Setidaknya 6.500 orang meninggalkan Donetsk, menurut kelompok separatis.

Seorang sumber di wilayah yang dikuasai pemberontak, Luhansk, mengatakan kepada BBC News, bahwa para milisi separatis berusaha untuk menimbulkan kepanikan dengan secara sengaja, dan mengatakan warga lokal untuk bersiap-siap mengungsi.

TASS/Getty
Anak-anak telah diungsikan dari Luhansk melewati perbatasn Rusia, Jumat kemarin.

Sumber lainnya, di wilayah Donetsk yang dikuasai pemberontak, mengonfirmasi bahwa sejumlah orang akan meninggalkan wilayah itu. Dia menambahkan, "Orang-orang hanya ingin bahwa ada pihak yang akhirnya bisa memerintah, dan bertanggung jawab atas wilayah yang dikuasai kelompok separatis ini, apakah itu Rusia atau Ukraina".

Tidak ada rincian mengenai kasus kematian tentara Ukraina baru-baru ini, tapi hal ini termuat dalam sebuah laporan yang membicarakan mengenai serangan artileri, mortir dan granat oleh separatis.

Organization for Security and Co-operation adalah lembaga dari Eropa yang memantau perkembangan gencatan senjata antara kelompok-kelompok pemberontak ini dengan pasukan pemerintah. Lembaga ini melaporkan, sejauh ini keduanya telah bertempur dalam perang berdarah yang menimbulkan sedikitnya 14.000 korban jiwa.

Pada Jumat kemarin, misi pemantauan khusus untuk Ukraina melaporkan adanya "peningkatan dramatis di sepanjang garis kontak di bagian timur Ukraina, jumlahnya setara dengan pelanggaran gencatan senjata yang dilaporkan" sebelum adanya kesepakatan gencatan senjata Juli 2020.

Dalam laporan harian terbaru, Kamis kemarin, tercatat 870 pelanggaran kesepakatan gencatan senjata, termasuk 654 peristiwa ledakan. Laporan ini juga mengonfirmasi adanya serangan yang membuat kerusakan bangunan sekolah TK di wilayah yang dikuasai oleh pemerintah Ukraina.

Pada Jumat kemarin, Presiden Biden mengatakan ia meyakini Presiden Putin telah memutuskan untuk melancarkan serangan ke Ukraina.

"Sampai saat ini, saya yakin, bahwa ia [Putin] telah membuat keputusan [itu]," katanya.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mendesak pemimpin-pemimpin negara Barat lainnya bersatu untuk "memperlihatkan solidaritas Barat yang luar biasa" demi mencegah pertumpahan darah di Ukraina.

Sebelum berangkat ke Munich, ia mengatakan pemimpin-pemimpin negara Barat harus bicara dengan Presiden Putin "dalam satu suara" untuk menekankan "harga mahal yang akan dia bayar atas serangan Rusia ke Ukraina".

Kanselir Jerman, Olaf Scholz menyerukan "diplomasi sebanyak mungkin yang diperlukan, tanpa harus menjadi naif".

Berbicara di Munich, dia juga menolak tuduhan Presiden Putin baru-baru ini terkait genosida di Ukraina Timur, dengan menyebutnya sebagai "sangat konyol".