Akui Lakukan Serangan, Junta Myanmar Sebut Warga Sipil Ikut Tewas karena Dipaksa "Bantu Teroris"

Jenderal Senior Min Aung Hlaing memimpin Peringatan Hari Kemerdekaan Myanmar ke-75.
Sumber :
  • AP Photo/Aung Shine Oo.

VIVA Dunia – Militer Myanmar pada Rabu membenarkan pihaknya melakukan serangan mematikan terhadap sebuah acara yang digelar pemberontak dan Junta menyatakan, jika penduduk sipil ikut tewas, hal itu karena mereka dipaksa membantu "teroris".

Sedikitnya 50 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam serangan udara pada Selasa (11/4) di daerah Sagaing, menurut laporan media. Myanmar telah dilanda kekacauan sejak militer pada 2021 melakukan kudeta terhadap pemerintah sipil pimpinan Aung San Suu Kyi, seorang peraih Hadiah Nobel Perdamaian.

Beberapa penentang junta militer yang berkuasa telah mengangkat senjata. Mereka bergabung dengan pemberontak etnis minoritas di sejumlah tempat. Militer merespons pembangkangan itu dengan serangan udara dan senjata berat, termasuk di kawasan sipil.

Penampakan Kantor Setelah dibom Militer Myanmar

Photo :
  • AP Photo/Kyunhala Activists


Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengutuk serangan udara di Sagaing itu. Dia menyerukan agar mereka yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban, kata juru bicaranya.

Dikatakan pula bahwa Guterres "mengulangi seruan agar militer mengakhiri kekerasan terhadap penduduk Myanmar di seluruh negeri".

Menurut juru bicara junta Zaw Min Tun, acara pertemuan di Sagaing itu digelar bagi Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) bersenjata oleh Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) --pemerintahan bayangan di pengasingan. Serangan militer tersebut dilakukan untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di wilayah itu, kata sang jubir.

Dia mengatakan sejumlah anggota PDF tewas dalam serangan itu. "Mereka adalah orang-orang yang menentang pemerintah negara ini, rakyat negara ini," kata Zaw Min Tun.

Lokasi Pemboman Oleh Junta Militer Myanmar

Photo :
  • AP Photo/Kyunhala Activists


Dia menambahkan pihaknya menerima informasi di lapangan bahwa serangan itu menghantam gudang senjata, yang kemudian meledak dan menewaskan orang-orang. Ketika menanggapi tuduhan soal korban tewas dari kalangan sipil, dia berkata, "beberapa orang yang dipaksa mendukung mereka kemungkinan juga ikut tewas".

Zaw Min Tun mengatakan foto-foto menunjukkan sebagian korban tewas memakai seragam dan sebagian lainnya berpakaian sipil. Dia menilai PDF keliru mengeklaim warga sipil ikut terbunuh ketika pasukan mereka tewas.

Dia juga menuding milisi tersebut melakukan "kejahatan perang" dan membunuh "biksu, guru, dan penduduk tak berdosa" di daerah itu, yang tidak mendukung kelompok oposisi.

Juru bicara NUG, Kyaw Zaw, mengatakan pihaknya yakin hampir 100 orang tewas dalam serangan pada Selasa itu, ketika jet-jet tempur menjatuhkan bom ke arah penduduk desa. Dia menyebut insiden tersebut sebagai serangan militer yang "tidak masuk akal, biadab, dan brutal".

Militer menolak tuduhan mereka telah bertindak kejam pada warga sipil dan mengatakan bahwa mereka memerangi "teroris" yang bermaksud untuk mengacaukan negara. Militer telah memerintah Myanmar selama hampir 60 tahun terakhir. Mereka mendaku sebagai satu-satunya institusi yang mampu menyatukan negara itu, yang memiliki beragam suku. (Ant/Antara)