Dugaan Peran China Ikut Campur Pemilu di Taiwan, Indonesia Diminta Waspada
- ANTARA/Reuters/Dado Ruvic.
Jakarta – Pemerintah Taiwan mengatakan China mencoba ikut campur dalam pemilihan umum (pemilu) yang akan digelar pada Januari 2024.
Taipei juga menuding pemerintahan Xi Jinping akan mendanai kandidat ‘ramah’ dengan Beijing, dan menggunakan aplikasi komunikasi atau tur kelompok untuk berkontribusi dalam pemilu di Taiwan.
Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen telah berulang kali memperingatkan upaya China untuk mempengaruhi opini publik di negaranya. Baru-baru ini, Taipe juga menuduh Beijing mempunyai berbagai cara untuk menggagalkan pemilu di Taiwan.
Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Taiwan, Tsai Ming-yen, mengungkapkan bahwa cara China, yang campur tangan dalam pemilu 2024 sangat beragam.
Dia mengatakan, China dapat menggunakan tekanan militer, menekan ekonomi, atau berita palsu untuk menciptakan pilihan palsu antara perang atau perdamaian dalam pemilu, dengan tujuan untuk menakuti pemilih.
Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS), memperingatkan negara-negara dunia khususnya Indonesia yang saat ini tengah menjalankan proses pemilu, untuk mewaspadai setiap langkah dan gerakan China.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa, mengatakan, apa yang di khawatirkan Taiwan sangat wajar, mengingat sejumlah fakta dan bukti yang memperlihatkan dugaan China tengah mengganggu proses pemilu di Taiwan, terdokumentasi dengan baik di media massa dan media sosial.
“Disejumlah media massa, Taipei mengungkapkan bahwa mereka menganggap latihan perang yang dilakukan militer China 19 Agustus di sekitar Taiwan, adalah salah satu bentuk intimidasi Tiongkok ke negaranya jelang pemilu 2024,” kata AB Solissa kepada wartawan, Jumat, 3 November 2023.
Bahkan, lanjut AB Solissa, Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan menyebut 43 pesawat militer dan tujuh kapal Angkatan Laut China, terdeteksi di sekitar wilayahnya dalam 24 jam, pada Rabu, 1 November 2023, sekitar pukul 06.00 waktu setempat.
Bukan hanya Taiwan, dari informasi dan laporan sejumlah media massa, CENTRIS melihat hal serupa yang dilakukan Tiongkok pada pemilu di Nepal, Maladewa, dan Kanada.
Meskipun berjarak 9.000 mil jauhnya dari Kanada, diduga Beijing dapat memberikan uang kepada oknum pemimpin untuk menentukan dan mengontrol siapa pemimpin negara berikutnya, dan media untuk menjalankan alur cerita mereka sendiri.
“Ketua Partai Konservatif Kanada Pierre Poilievre bahkan menuduh Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau sedang berupaya melawan kepentingan Kanada dan menutup-nutupi dukungan yang dia terima dari Partai Komunis Cina,” ujar AB Solissa.
Tuduhan Poilievre itu dilontarkan di tengah perdebatan bagaimana menangani tuduhan campur tangan asing dalam pemilu Kanada.
Poilievre mengklaim Canadian Security Intelligence Service (CSIS) dengan sengaja membocorkan kepada wartawan soal informasi dugaan campur tangan asing dalam pemilu Kanada karena tidak percaya pada Perdana Menteri Trudeau.
Media di Kanada juga banyak yang mengutip sumber anonim di intelijen Kanada, dan menerbitkan laporan terperinci mengenai skema yang dijalankan oleh Cina yang diduga campur tangan dalam pemilu Kanada pada 2021 dan 2019.
Sebelumnya, pejabat tinggi keamanan Justin Trudeau dan Kanada telah mengakui upaya campur tangan China, tetapi mereka bersikeras mengatakan bahwa hasil pemilu tidak diubah.
“Dilansir dari Globe and Mail yang mengutip sumber-sumber intelijen, disebutkan China lebih memilih pemerintah Partai Liberal dan mempertahankan kekuasaan pada 2021 daripada kemenangan Partai Konservatif,” tutur AB Solissa.
Meskipun di media Presiden Cina Xi Jinping terkesan sering berdebat dengan Pemimpin Kanada, pemerintah Kanada yang di kontrol oleh Parti Liberal dipandang lebih terbuka untuk melakukan bisnis dengan China dari pada Partai Konservatif.
“Kami melihat langkah Tiongkok ikut campur dalam urusan internal negara lain khususnya saat pemilu, menguak keinginan Beijing memainkan peran sebagai bos besar,” pungkas AB Solissa.