Warga Palestina-Israel Bersatu dalam Heavy Metal

Band Khalas dari Palestina
Sumber :
  • www.khalas.net

VIVAnews - Konflik Palestina-Israel memang memicu ketegangan antara warga kedua negara. Di ranah kemasyarakatan, warga kedua negara sering terlibat konflik. Namun ternyata dalam hal bermusik, Palestina dan Israel bisa bersatu.

Contohnya dua band heavy metal ini: Orphaned Land dari Israel dan Khalas dari Palestina. Penampilan mereka kurang lebih sama, gondrong, celana carut-marut dan suka musik bising. Namun yang semakin menyatukan mereka adalah misi koeksistensi, yaitu hidup berdampingan dengan damai.

Inilah yang tema besar yang diangkat kedua band dalam tur enam negara Eropa. Sebanyak 18 panggung akan dibagi oleh kedua band ini. Mereka juga akan berada dalam bus yang sama, mencoba menekankan eratnya "persaudaraan metal", di atas perbedaan agama dan konflik negara.

Pada konser pembuka di Tel Aviv, vokalis Orphaned Land, Kobi Farhi, dan gitaris Khalas, Abed Hathut, menjelaskan misi mereka.

"Kami memang tidak bisa mengubah dunia, tapi kami bisa memberi contoh bahwa koeksistensi itu mungkin terjadi. Kami akan menunjukkan bagaimana dua orang dari latar belakang berbeda di zona konflik dapat tampil bersama," kata Farhi, dilansir The Guardian pekan ini.

"Kita saudara dalam metal di atas segalanya. Tidak ada pesan perdamaian lebih kuat daripada tur ini," Hathut menimpali.

Lagu-lagu mereka bukan tembang cengeng soal jatuh cinta atau patah hati. Orphaned Land mengangkat tema politik dalam lagu-lagunya, sementara Khalas lebih soal pendudukan Israel. "Lagu kami tidak pernah soal mantan-pacar, selalu soal politik," kata Farhi.

Salah satu lirik Orphaned Land yang paling terkenal datang dari lagu Disciples of the Sacred Oath adalah soal penghentian peperangan, "Shall we see the end of war, blood brothers? Or shall we fill another grave, for ourselves we couldn't save".

Persatuan melalui musik semacam ini bukan yang pertama kali. Dua dekade yang lalu, konduktor dan pianis Daniel Barenboim dari Israel bekerja sama dengan cendekiawan Palestina Edward Said mendirikan orkestra pemuda Palestina, Israel dan Arab.

Namun, kebanyakan kolaborasi ini diboikot oleh kelompok aktivis Palestina yang mengatakan bahwa hal ini hanya menumbuhsuburkan diskriminasi terhadap etnis Arab di Israel dan pendudukan militer di wilayah Palestina.

"Saya menentang boikot. Tujuan seni ini adalah untuk membawa keharmonisan di wilayah tanpa harmoni, menciptakan harapan," kata Farhi.