Australia Perintahkan Sensor Media Soal Suap yang Libatkan Indonesia
- Reuters/ Anthony Devlin
VIVAnews - Situs pembocor rahasia, Wikileaks, pada Selasa, 29 Juli 2014, mengunggah informasi berisi adanya perintah dari Pemerintah Australia ke seluruh media mereka, agar tidak menulis kasus suap bernilai jutaan dollar. Pasalnya, dalam kasus suap itu turut melibatkan beberapa pejabat tinggi dari tiga negara yakni Indonesia, Vietnam dan Malaysia.
Dilansir dari situs resmi Wikileaks, kasus korupsi yang dirujuk yaitu kontrak untuk memasok bahan pembuat uang polimer khas Australia ke Pemerintah Indonesia, Malaysia, Vietnam dan negara lainnya. Indonesia diketahui pernah menggunakan formula khusus yang dimiliki oleh anak perusahaan Bank Sentral Australia (RBA), untuk mencetak uang kertas Rp100 ribu pada 18 Mei 1999 lalu.
Selain itu, berdasarkan perintah Mahkamah Agung negara bagian Victoria, pada 19 Juni 2014 lalu, dalam kasus korupsi itu, turut mendakwa tujuh pejabat eksekutif Note Printing Australia, anak perusahaan RBA. Mereka diduga memberikan suap pada para pejabat bank sentral di Malaysia, Indonesia dan Vietnam untuk memuluskan kontrak proyek bahan pembuat uang polimer.
Dalam perintah itu ditegaskan bahwa tidak ada boleh mempublikasikan, mengungkapkan atau menyiarkan nama-nama beberapa pejabat tinggi Malaysia, Indonesia atau Vietnam, terkait kasus tersebut.
Menurut Mahkamah Agung Australia, larangan ini disampaikan untuk mencegah syak wasangka yang mungkin timbul dengan penyebutan nama itu, tanpa dasar bukti-bukti pengadilan. Selain itu, hal ini ditempuh demi menjaga hubungan baik Australia dengan negara-negara tersebut.
"Tujuan perintah ini adalah untuk mencegah kerusakan hubungan internasional Australia yang mungkin timbul dengan publikasi materi yang bisa menodai reputasi individu-individu yang spesifik disebutkan, yang bukan merupakan subjek dari pemeriksaan," tulis perintah MA Australia.
Total ada 17 nama yang dilarang disebutkan terkait kasus ini. Dari Malaysia di antaranya adalah Perdana Menteri Najib Razak, mantan PM Abdullah Ahmad Badawi dan Mahathir Mohammad.
Dari Indonesia ada tiga nama, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, dan Mantan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Sedangkan dari Vietnam ada empat nama, dua di antaranya adalah Presiden saat ini, Truong Tan San, dan perdana menteri Nguyen Tan Dung.
"Perintah ini berlaku selama masa lima tahun dari tanggal dikeluarkan, kecuali ada penarikan," tulis perintah MA.
Wikileaks turut menyebut larangan Pemerintah Australia untuk mempublikasikan kasus ini, karena terkait nama Duta Besar Negeri Kanguru untuk ASEAN, Gilian Bird yang baru saja ditunjuk."Masalahnya, dengan adanya perintah itu, malah akan menjadi kenangan paling buruk. Pemerintah Australia tidak hanya menyumbat kebebasan pers, namun juga membutakan mata publik. Ini bukan sekadar akan menjadi pertanyaan besar terhadap Pemerintah Australia yang tidak ingin publik tahu mengenai kasus korupsi tersebut," kata pendiri Wikileaks, Julian Assange dalam sebuah pernyataan tertulis.
Assange menambahkan, Menteri Luar Negeri Julie Bishop, harus menjelaskan kepada publik, alasan dia mengancam setiap warga Australia dengan hukuman bui dengan tujuan untuk menutupi skandal korupsi yang melibatkan Pemerintah Negeri Kanguru.
"Konsep keamanan nasional bukan untuk menjadi selimut dan menutupi tuduhan korupsi serius yang melibatkan pejabat berwenang di Australia atau di mana pun. Ini merupakan kepentingan publik bagi pers agar dapat melaporkan kasus ini. Sungguh sangat ironis, Tony Abbott membawa 'nilai-nilai Asia' yang paling buruk ke Australia," imbuh Assange.
Menurut laporan harian Sydney Morning Herald hari ini, perintah sensor media serupa juga pernah dikeluarkan Pemerintah Australia pada tahun 1995 silam. Saat itu, Pemerintah Negeri Kanguru berupaya menekan publikasi yang dilakukan oleh Fairfax Media agar tidak membeberkan upaya operasi penyadapan bersama Australia-Amerika Serikat ke Kedutaan Besar China di Canberra.