Aktor AS Kunjungi Rohingya di Myanmar

Matt Dillon
Sumber :
  • REUTERS
VIVA.co.id - Aktor Amerika Serikat (AS) Matt Dillon, menjadi selebriti pertama yang mengangkat persoalan minoritas Rohingya Myanmar, agar menjadi perhatian masyarakat internasional.

Dilansir dari laman Al Arabiya , Selasa 2 Juni 2015, Matt memutuskan datang langsung ke Myanmar, atas permintaan aktivis Rohingya, Thun Khin melalui organisasi Refugees International di Washington.

"Sungguh menyayat hati," kata Matt, setelah bertemu dengan seorang pemuda, dengan luka terbuka di kakinya karena kecelakaan, juga beberapa wanita dengan bayi mereka yang kekurangan gizi.

Dia mengatakan, tidak semestinya ada manusia yang menjalani penderitaan, seperti yang dialami orang-orang Rohingya di Rakhine, Myanmar. "Mereka dicekik perlahan-lahan, tidak punya harapan untuk masa depan," ucap Matt.

Selama beberapa dekade, minoritas Rohingya menjadi korban diskriminasi yang disponsori negara. Kondisi mereka, bahkan jauh lebih buruk dalam tiga tahun terakhir, saat Myanmar memulai transisi dari junta militer menuju demokrasi.

Kebebasan berekspresi justru dimanfaatkan oleh para biksu radikal, untuk memulai kampanye kebencian terhadap kelompok agama minoritas. Ratusan Rohingya tewas akibat kerusuhan sektarian.

Tidak diakui sebagai warga negara, membuat orang-orang Rohingya tidak mendapatkan hak-hak dasar, termarginalisasi. Perlakuan terhadap mereka, dapat disetarakan dengan proses genosida.

"Saya pernah pergi ke tempat, di mana ancaman kekerasan tampak lebih jelas. Di sini, sesuatu yang berbeda. Rasanya, seperti orang-orang ini akan ditelantarkan, agar layu dan mati," ujarnya.

Matt berkali-kali mengunjungi kamp pengungsi di Sudan, Kongo, dan negara-negara konflik lainnya. Kedatangannya ke Myanmar baru yang pertama kali, namun memberinya pengalaman tersedak berkali-kali, karena rasa sedih.

"Ini memengaruhi saya, lebih dari yang saya perkirakan," katanya. Dia menegaskan, situasi di Rakhine sangat kontras dengan kamp-kamp pengungsi yang dia kunjungi di Sudan dan Kongo.

Peran pekerja kemanusiaan di Myanmar sangat terbatas, akibat larangan ketat dari pemerintah bagi badan-badan bantuan internasional, karena adanya tekanan dari kelompok radikal Buddha. (asp)