Warga Turki Bantah Isu Muslim di China Dilarang Puasa

Pria berjenggot dari etnis Uighur di Xinjiang, China.
Sumber :
  • REUTERS
VIVA.co.id - Seorang warga Turki membantah rumor dan pemberitaan yang ditulis selama ini oleh media mengenai Muslim di Uighur dilarang berpuasa oleh Pemerintah Tiongkok. Menurut seorang pengusaha Turki, Ulkar Uzturuk, Muslim di sana tetap diberikan kesempatan untuk salat dan berpuasa selama Ramadhan. 

Dikutip dari laman China's People Daily, Sabtu, 18 Juli 2015, kesimpulan itu dia lihat sendiri ketika berada di Uighur. 

"Saya memiliki kebebasan untuk memeluk agama di Xinjiang. Saya juga melihat Muslim Xinjiang tetap dapat berpuasa dan salat tanpa ada batasan apa pun," kata Uzturuk. 

Dia mengaku lahir di Urumqi, Xinjiang, lalu bermigrasi ke Turki di tahun 1990 lalu. Kendati begitu, dia kerap bepergian bolak balik antara Tiongkok dan Turki. Uzturuk mengatakan paham dengan kebijakan pemerintah Xinjiang mengenai agama. 

"Rumor dan demonstrasi semua dilakukan oleh seseorang yang ingin memanfaatkan warga Uighur untuk kepentingan mereka pribadi," kata dia. 

Uzturuk menambahkan, kenyataan yang mereka lihat di Xinjiang yaitu umat Muslim dapat memilih untuk berpuasa atau tidak secara bebas. Bukan dipaksa. 

Lain lagi dengan pengalaman yang dirasakan Tapek Arkin. Kendati dia warga Turki, tetapi dia telah melakukan bisnis di Xinjiang selama lebih dari 10 tahun. Arkin bahkan menikahi seorang wanita Uighur. 

"Saya sangat menyukai Xinjiang, di mana warganya terbuka dan hangat. Ada banyak warga Turki yang berada di sini untuk kepentingan komersial. Rumor itu jelas-jelas merusak hubungan kedua negara dan umat Muslim," kata dia. 

Sementara, dalam sebuah seminar, Direktur Kantor Urusan Warga Tiongkok di Luar Negeri di Xinjiang, Ali Ablimit, ada empat kebijakan utama Tiongkok terkait isu religi. Pertama, memberikan izin bagi warga untuk beragama, melakukan ibadah secara mandiri, memisahkan urusan gereja dengan negara, dan memastikan jika nilai-nilai religi dan sosialisme sesuai satu sama lain. 

Pemisahan urusan gereja dengan negara secara luas diakui oleh komunitas internasional. Ablimit menjelaskan, berdasarkan aturan itu, maka Pemerintah Tiongkok tidak akan mengizinkan siapa pun menggunakan isu agama untuk mencampuri penegakan hukum, administrasi dan peradilan. 

Menurut Wakil Ketua Federasi Warga Tiongkok yang Kembali dari Perantauan, Abduwali Mamut, sejauh ini kebijakan yang diterapkan pemerintah sudah sesuai dan terbaik dengan keadaan di Xinjiang. Pemerintah setempat melindungi aktivitas keagamaan. 

Sementara warga Xinjiang lainnya, Jin Anling, mengatakan ada tanggung jawab yang harus dia emban untuk menjelaskan mengenai rumor itu kepada keluarga dan kerabat. Anling turut mengatakan agar warga bersama-sama untuk melawan rumor itu. (ren)