Parlemen Jerman: Turki Lakukan Genosida Saat Perang Dunia I

Genosida Armenia.
Sumber :
  • Armenian National Archives

VIVA.co.id – Parlemen Jerman menyetujui sebuah resolusi yang menyebutkan bahwa pembunuhan massal terhadap etnis Armenia yang dilakukan oleh Ottoman Turki pada masa Perang Dunia I adalah genosida.

Turki sebelumnya telah menolak dengan sengit sebelum resolusi  dikeluarkan oleh parlemen Jerman, Bundestag. Turki juga memperingatkan, resolusi itu bisa merusak hubungan. Armenia mengatakan, lebih dari 1,5 juta warga Armenia tewas akibat kekejaman dinasti Attaturk pada 1915. Turki mengatakan, angkanya jauh lebih rendah dari yang dituduhkan, dan menolak mengatakan kejadian tersebut adalah genosida.

Dikutip dari BBC, 2 Juni 2016, Resolusi tersebut menggunakan kata "Genosida" pada judul dan isinya. Di dalam resolusi itu juga disebutkan, Jerman, yang saat itu menjadi aliansi Ottoman, juga memiliki andil salah karena membiarkan pembunuhan itu terjadi.

Pernyataan Jerman ini dinilai sangat tak tepat. Apalagi saat ini Uni Eropa sangat membutuhkan Turki untuk membantu Eropa membendung imigran.  Lebih dari 20 negara, termasuk Perancis dan Rusia, serta Paus Francis, telah mengakui pembunuhan massal yang terjadi pada 1915 itu sebagai genosida.

Turki menyangkal bahwa ada kampanye sistematis untuk membantai warga Armenia sebagai kelompok etnis selama PD 1. Turki menunjuk banyaknya warga Turki yang juga tewas selama runtuhnya kekaisaran Ottoman. Hal ini juga menunjukkan bahwa banyak warga sipil Turki tewas selama runtuhnya Kekaisaran Ottoman.

Saat pemungutan suara, kanselir Angela Merkel tidak ada di Bundestag. Tapi partai Merkel, Partai Kristen Demokrat (CDU), juga mitra koalisi mereka Partai Demokrat Sosial (SPD) dan Partai Hijau, semuanya mendukung resolusi.

Sementara itu, Perdana Menteri Turki Binali Yildrim mengatakan, adalah hal yang tidak rasional jika proposal resolusi itu disetujui. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan menelpon Angela Merkel untuk mengingatkan, hubungan Turki dan Jerman akan jadi menyakitkan jika Jerman ikut "bermain" dalam kasus tersebut.