Inggris Selama ini Dipandang 'Setengah Hati' di Uni Eropa

Suasana di bursa keuangan London menanggapi hasil voting Inggris keluar dari UE.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id –  Pemerhati Masalah Luar Negeri, Dewi Fortuna Anwar, mengemukakan bahwa fenomena keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau disebut Britain Exit (Brexit) adalah akibat dari sentimen politik populis yang terjadi di wilayah tersebut. Inggris menurutnya sudah sejak lama ingin keluar dari Uni Eropa. 

Ia bertutur bahwa sebagian masyarakat Inggris sudah mengkampanyekan gerakan ini sejak dulu. Bahkan, kata dia, sejak akan bergabung dengan Uni Eropa, Inggris sudah setengah hati. 

"Jadi ini sentimen politik populis, karena semakin tidak mampunya Inggris membuat kebijakan. Karena dari dulu sejak awal masuk ke Uni Eropa, Inggris itu setengah hati. Karena Inggris ekonominya kuat, mereka tidak mau diserahkan ke Uni Eropa, lalu ketika masuk ke Uni Eropa juga terjadi perdebatan," kata Dewi dalam dalam diskusi bertajuk "Inggris memilih mudik dari Uni Eropa" di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Juni 2015.

Dewi yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan Sekretariat Wakil Presiden ini menuturkan bahwa sentimen politik ini diperkuat dengan adanya ketidakcocokan antara Inggris dengan Skotlandia dan Prancis yang sudah mengakar sejak dahulu. Walau bagian dari Inggris, mayoritas warga Skotlandia diketahui tetap ingin bersama Uni Eropa.

"Skotlandia itu dalam sejarahnya dulu kan selalu mau dikuasai Inggris, tapi memberontak dan Skotlandia itu selalu dibantu oleh Prancis pada waktu itu. Maka dari itu, pressure untuk mengeluarkan referendum untuk keluar semakin tinggi, jadi ini juga yang memperkuat sentimen tersebut," tuturnya. 

Menurutnya, keputusan Inggris untuk 'bercerai' dengan Uni Eropa itu akan memberikan dampak yang signifikan kepada perekonomian Uni Eropa dan Inggris sendiri. Terutama, terkait dengan hubungan Ekonomi dengan negara lain.

"Uni eropa sudah tanda tangan free Trade (Perdagangan bebas) ke sekitar 58 negara, jadi bagaimana benang itu ditarik, ada berapa ribu lembar legislasi yang harus dibaca," tutur dia.

(ren)