Data Tak Sinkron, Penanganan TKI Tak Maksimal

Sejumlah TKI di penampungan sedang didata petugas gabungan.
Sumber :
  • Muhamad Hary Fauzan/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Berbagai permasalahan yang dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri masih terus terjadi. Salah satu penyebabnya, data dokumen ketenagakerjaan yang tidak sinkron satu sama lain. Missinkronisasi inilah yang akhirnya berdampak pada perlindungan warga negara Indonesia.

Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pelayanan penempatan TKI ke luar negeri pada tahun 2015 tercatat sebanyak 233 ribu jiwa. Sedangkan menurut data Kementerian Luar Negeri, saat ini pekerja Indonesia di luar negeri mencapai 2,6 juta di seluruh dunia.

"Data Kemlu ini berdasarkan dokumen ketenagakerjaan yang dikeluarkan negara-negara penampung pekerja secara resmi. Jadi ini artinya ada pekerja migran yang sudah lama di luar negeri, atau bisa juga ada penempatan dari tahun ke tahun yang berada di luar pemantauan," kata Deputi Perlindungan BNP2TKI, Teguh Hendrocahyono di Jakarta, Kamis 15 Desember 2016.

Hal ini kemudian berdampak pada sulitnya penanganan permasalahan tenaga kerja. Misalnya masalah di perwakilan RI terkait sumber daya manusia dan keuangan. Untuk itu diperlukan sinkronisasi data, yang bertujuan untuk memaksimalkan perlindungan kepada buruh migran Indonesia.

"Kita punya tanggung jawab bersama untuk memberi perlindungan dan jaminan agar TKI selama bekerja maupun sesudah dari luar negeri, mendapat perlindungan yang layak," ujar Teguh.

Permasalahan tersebut saat ini tengah dirampungkan dan dibahas antar kementerian dan lembaga terkait, untuk dirumuskan dan dilaporkan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB melalui mekanisme Universal Periodic Review (UPR).

Laporan yang berbentuk Convention Migrant Workers (CMW) ini telah diadopsi sejak tahun 1990, yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah pada bulan Mei 2012 melalui Undang Undang nomor 6 tahun 2012. Setiap negara wajib menyampaikan laporannya dan Indonesia saat ini menyiapkannya jelang akhir 2016.

Sementara itu UPR ini didesain untuk mendukung dan mengembangkan promosi dan perlindungan terhadap hak asasi manusia di lapangan. Tinjauan ini juga ditujukan untuk memberikan bantuan teknis dan meningkatkan kapasitas setiap negara anggota dalam menangani berbagai masalah hak asasi manusia.