Jualan Konten Pornografi di Grup Line, Pelakunya Berstatus Mahasiswa

Para tersangka penjual pornografi anak saat diperlihatkan oleh polisi kepada wartawan di kantor Polres Jakarta Barat pada Senin, 10 Agustus 2020.
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

VIVA – Kasus bisnis pornografi live di aplikasi Line, yang beberapa waktu lalu berhasil diungkap Polres Metro Jakarta Barat, diketahui dikelola oleh empat pelaku yang masih berstatus mahasiswa. Tiga pelaku berhasil diamankan sementara satu orang lagi masih dalam pengejaran.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, Komisaris Polisi Teuku Arsya mengatakan pengungkapan bisnis pornografi berbayar yang beberapa waktu lalu diungkap oleh Polres Metro Jakarta Barat, berdasarkan penyelidikan patroli cyber.

"Mereka ini mahasiswa ya, satu jurusan komunikasi, satu manajemen," ujar Arsya saat dikonfirmasi, Jumat, 14 Agustus 2020.

Baca Juga: Sindikat Pornografi Anak Patok Tarif Langganan Rp300 Ribu per Bulan

Menurut Kompol Arsya, para tersangka ini terpikir membuat bisnis pornografi ini setelah sebelumnya sempat bergabung dengan grup serupa. Mereka tergiur dari bisnis ini karena bisa menghasilkan uang jutaan rupiah untuk keperluan sehar-hari tanpa bekerja terlalu keras.

"Dia lihat peluangnya bagus, akhirnya dia buat dan memang ternyata banyak yang respons," ujarnya.

Bisnis ini sudah dijalankan para mahasiswa tersebut sejak tahun 2019 lalu. Sampai hari ini, mereka sudah mendapatkan hampir 700 pelanggan.

Lonjakan jumlah pelanggan terjadi saat pandemi COVID-19 tatkala orang-orang diminta untuk berdiam diri di rumah. "Setiap bulan masing-masing mereka bisa dapat Rp5-8 juta," ujarnya.

Arsya menambahkan, sejatinya bisnis pornografi seperti ini mulai marak ditemukan di media sosial.  Sementara polisi mengincar para mahasiswa ini karena mempekerjakan anak-anak di bawah umur sebagai pemeran video sex.

Dalam beberapa kesempatan, para tersangka juga meminta remaja tersebut berhubungan intim secara live dengan seorang pria.

Dalam kasus ini, polisi menangkap tiga tersangka masing-masing berinisial P, DW, RS pada 5 Agustus 2020 lalu di kawasan Kapuk Poglar, Jakarta Barat. Sementara satu tersangka lainnya, yakni BP masih dicari polisi.

Mereka terjaring setelah Polres Metro Jakarta Barat melakukan patroli siber beberapa waktu silam. Polisi menemukan ada sebuah akun Twitter yang menawarkan netizen untuk bergabung dengan grup pornografi berbayar mereka.

Untuk berlangganan, warga diminta membayar uang sekitar Rp100 ribu-Rp300 ribu, tergantung jenis layanan yang diinginkan.

Sementara khusus untuk layanan siaran langsung kegiatan seksual aktivitas seksual anak-anak di bawah umur, mereka meminta pelanggan membayar Rp150.000 per pertunjukkan.
 
Terhadap para tersangka, dikenakan Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.