Pesta Seks di Bawah Umur Durasi 4 Hari di Aceh Terbongkar

Ilustrasi seks
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA – Personel Polres Pidie, Aceh menggrebek pesta seks yang melibatkan peserta anak di bawah umur di Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.

Dari penggerebekan itu tiga pasangan diciduk polisi. Mereka berinisial MK (17), MNU (16), AD (18) dan tiga perempuan masing-masing berinisial TM (19), MJ (14) dan NS (15).

Kapolres Pidie, Ajun Komisaris Besar Polisi Zulhir Destrian, mengatakan peristiwa itu bermula saat rumah kosong milik orang tua MK digunakan mereka untuk mengajak rekannya menginap selama empat hari.

Baca juga: Pemerkosa Anak Difabel adalah Tukang Bakso, Diduga Bukan Kali Pertama

Pada saat menginap, tiga pasangan ini kerap melakukan hubungan badan layaknya suami istri dan bergonta-ganti pasangan.

“Selama empat hari ketiga pasang laki-laki dan perempuan  yang bukan mukhrim tersebut telah melakukan layaknya suami istri sebanyak 3 kali dengan waktu yang berbeda beda,” kata Zulhir saat dikonfirmasi Senin, 5 Oktober 2020.

Dari pengakuan ketiga pasangan tersebut, ternyata mereka juga sering melakukan hubungan suami istri di tempat yang berbeda dengan orang lain yang masih di bawah umur secara bergantian.

“Pengakuan mereka di waktu dan tempat yang lain mereka juga sering berganti pasangan serta pernah juga melakukan persetubuhan dengan orang lain yang rata-rata masih  di bawah umur,” ujar Zulhir.

Ketiga pasangan yang terbilang masih di bawah umur itu sudah diamankan ke Polres Pidie. Mereka akan dikenakan Pasal 25 jo Pasal 23 dan Pasal 37 Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), Firdaus D. Nyak Idin, mengaku tidak terlalu kaget dengan adanya pesta seks di kalangan anak di bawah umur di Aceh. Dari catatan KPPAA, kasus di Kabupaten Pidie jadi yang kedua setelah terbongkarnya pesta seks di kalangan remaja yang terjadi di Langsa bulan Agustus lalu.

“Ini adalah kejadian kedua pesta seks yang dilakukan oleh anak dan remaja. Setelah Agustus 2020 lalu WH Langsa tangkap 5 remaja di bawah umur. Artinya, kalau pemerintah tidak sigap dan responsif Covid-19, kejadian serupa akan terus terjadi,” ujar Firdaus.

Kata dia, ada 2 faktor umum yang menyebabkan anak-anak memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang tidak baik. Faktor pertama, pengaruh gadget yang semakin bebas dan intensif digunakan oleh anak dan remaja namun jauh dari pengawasan orangtua maupun orang dewasa.

Termasuk diduga karena tidak adanya pengawasan pihak sekolah ketika anak didiknya mengikuti proses pembelajaran daring atau di luar sekolah.

Kemudian faktor kelalaian. Menurut Firdaus, mekanisme pendidikan masa pandemi ini tidak optimal dan terkesan apa adanya. Namun tidak dibarengi dengan upaya memperkuat mekanisme pendidikan di luar sekolah baik online maupun offline.

“Kedua faktor tersebut mendorong anak mengakses informasi yang tidak layak dari HP dan memanfaatkan waktu luang untuk mempraktikkan nilai-nilai buruk yang diakses dari HP,” ujar Firdaus. (ren)