Pengusaha Diskotek Jakarta Ditetapkan Jadi Tersangka
VIVA – Polda Metro Jaya menetapkan pengusaha diskotek Arifin Widjaja (Pepen) terkait kasus dugaan penipuan, penggelapan, pemalsuan surat atau memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik.
Kepala Subdit Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Jeri Reymond Siagian mengatakan, penetapan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara.
"Iya benar (sudah tersangka)," ucap Jeri di Jakarta, Minggu, 9 September 2018.
Jeri menjelaskan, selain Pepen penyidik juga telah menetapkan Ahmad Asnawi (Sam) dan Notaris Martianis. Mereka kini ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Menurut dia, penyidik akan melengkapi berkas perkara untuk dikirim kepada kejaksaan.
“Penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap perkara tersebut dan mengirimkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) guna proses hukum lebih lanjut,” ucap Jeri.
Diketahui, awal mula kasus yang menjerat Sam, Martianis dan Pepen ini adanya laporan dari Jerry Bernard selaku kuasa hukum Hengki Lohanda sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/1678/IV/2017/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 5 April 2017.
“Pelapor JB melaporkan tersangka Sam, Martianis dan Pepen dengan tuduhan melanggar Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP,” ujarnya.
Kronologi
Kuasa Hukum Hengki, Felix menjelaskan kasus yang menyeret Pepen pemilik saham diskotek di Jakarta ini terkait dengan jual beli tanah seluas 53 hektar di Desa Kohod, Kabupten Tangerang. Pepen dalam hal ini selaku penjual, Hengki (pelapor) sebagai pihak pembeli.
Pada 27 Februari 2017, Felix menjelaskan penandatanganan Akte Pengikatan Jual Beli dilakukan di Notaris Martianis Tangerang Nomor Akta 52 antata Pepen dan Hengki. Namun, dalam negosiasi ternyata Pepen (penjual) tidak pernah mau memperlihatkan surat-surat kepemilikan.
Sebab, surat-surat diserahkan ke Notaris yang ditunjuk pihak penjual itu Notaris Martianis dan dalam kesepakatan tersebut si Pepen tidak memperbolehkan berkas kepemilikannya difoto copy sampai setelah pelunasan baru diberikan kepada penjual.
Kemudian, saat dilakukan tanda tangan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) di Notaris Martianis. Pihak pembeli akan membayar uang muka 30 persen dari total harga kepada Pepen sekitar Rp11 miliar, sedangkan harga tanah Rp70.000 per meternya.
Namun, Hengki meminta kepada Pepen untuk mengurus peta bidang tanah atau NIB (nomor identifikasi bidang) tanah di BPN Tangerang. Karena, kepemilikan tanah masih belum bersertifikat.
Akhirnya, Pepen menunjuk Martianis selaku Notaris dan dalam PPJB tercantum masing-masing bidang tanah dan NIB. Sehingga, Hengki langsung membayarkan uang muka 30 persen.
Ternyata, salinan PPJB yang dimiliki Hengki dan Pepen ini Nomor Identitas Bidang (NIB) bukan produk BPN Tangerang setelah dicek. Bahkan, BPN Tangerang belum pernah melakukan pengukuran dan lain-lain di tanah Pepen kawasan Desa Kohod, Tangerang.
Dari situ, Hengki mengirim surat kepada Pepen dengan tembusan Notaris Martianis tentang kejanggalan bahwa NIB ini bukan produk BPN Tangerang. Namun, tidak direspons oleh Pepen.
Sementara, Notaris Martianis mengakui kalau NIB itu bukan produk BPN tapi nomor di kelurahan. Akhirnya, dari sini Hengki mengambil langkah hukum dengan melaporkan Pepen bersama Martianis dan Sam ke Mapolda Metro Jaya.