Walhi Sebut Reklamasi Ancol Berpotensi Tindak Pidana

Pekerja menggunakan alat berat menggarap proyek reklamasi Ancol di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menganggap ada dua kesalahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas kebijakan reklamasi kawasan Ancol.

Kesalahan pertama, karena bangsa Indonesia, termasuk Jakarta, sedang berjibaku mengendalikan pandemi COVID-19 dan pemerintahan Gubernur Anies Baswedan semestinya berfokus pada masalah itu. Kesalahan kedua ialah karena pemerintah seolah menggiring opini publik yang mengarahkan kebijakan reklamasi itu sebagai perluasan kawasan saja, bukan reklamasi.

“Pemerintah mengelak bahwa ini bukan reklamasi, tapi publik sudah tahu bahwa ini reklamasi,” kata Edo Rakhman, Koordinator Kampanye Walhi, dalam forum Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa malam, 14 Juli 2020.

Baca: Kiara: Reklamasi Ancol Tak Berpihak pada Masyarakat Pesisir

Edo menilai, pemerintah DKI Jakarta merasa menguasai kawasan pesisir sehingga merasa boleh semena-mena mereklamasi, apalagi tanpa tanpa mempertimbangkan ekosistem di kawasan setempat. Padahal, reklamasi kawasan pesisir itu ada aturan ketat dalam bentuk undang-undang.

Karena seolah tanpa mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir, Edo menilai, kebijakan pemerintah DKI Jakarta berpotensi sebagai tindak pidana. “Pemerintah [Provinsi DKI Jakarta] diduga melakukan tindakan pidana: kebijakan yang dilakukan tanpa kajian berpotensi tindak pidana; pengusaha yang melakukan reklamasi tanpa kajian amdal juga pidana.”

Namun, menurut Irvan Pulungan, pengamat lingkungan, kritik Edo Rakhman kurang berdasar. Kebijakan reklamasi yang berlandaskan Keputusan Gubernur DKI Jakarta terbit pada Februari 2020, sedangkan wabah virus corona dilaporkan masuk Indonesia pada Maret. Jadi, katanya, tidak ada alasan untuk disebut mengalihkan perhatian dari COVID-19 ke masalah reklamasi.

Irvan juga mengoreksi pendapat Edo yang menyebut reklamasi itu tidak ada kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Menurutnya, kawasan seluas 120 hektare yang direklamasi itu sudah ada kajian amdal-nya pada 2009. “Amdal yang sekarang ada untuk perluasannya,” ujarnya.