Bawaslu Klaim Temukan 12 Ribu Data Pemilih Mencurigakan di Depok

Ilustrasi-Pilkada Serentak di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

VIVA – Badan Pengawas Pemilu Kota Depok walk out alias keluar dalam rapat pleno rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan Penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) pilkada tahun 2020 yang diselenggarakan oleh KPU setempat. Musababnya Bawaslu mencurigai sejumlah kejanggalan namun dan sudah disampaikan kepada KPU tetapi KPU mengabaikannya.

Koordinator Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Depok, Ardiansyah, mengaku sudah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada KPU, di antaranya, sesuai Peraturan KPU, PPS menyampaikan daftar pemilih dalam bentuk softcopy dan hardcopy. “Tapi sampai agenda rapat pleno kemarin belum juga disampaikan salinan data tersebut,” ujarnya, Senin, 14 September 2020.

Selain itu, kata Ardiansyah, penundaan diperlukan agar KPU Kota Depok menyelesaikan permasalahan pemutakhiran data pemilih yang belum tuntas. Dia mencontohkan data pemilih DPK tahun 2019 yang belum masuk ke daftar pemilih A.KWK (formulir data pemilih hasil proses penelitian dan pencocokan).

Baca: Pengakuan Bacalon Wakil Wali Kota Depok Jadi Korban Pelecehan

Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kota Depok, Dede Selamet Permana, menambahkan walk out sesuai dengan hasil pengawasan Bawaslu Kota Depok, ditemukan fakta ada oknum PPS yang memberikan data nama dan alamat pemilih kepada pihak luar. Ditemukan juga PPDP yang menggandakan A.KWK di dua kelurahan dengan dalih untuk pegangan.

Padahal, kata Dede, dalam surat balasan KPU Kota Depok mengenai tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Kota Depok pada 12 September, yang menginstruksikan PPS dan PPK untuk tidak memberikan data kepada pengawas pemilu.

Persoalan lainnya mengenai pemilih di Rumah Tahanan Negara (Rutan), yang tidak ditulis bukan pemilih rutan yang mencapai 696 orang. Sebab, berdasarkan hasil pengawasan di lapangan, pemilih rutan tetap berada di TPS asal. Menurut Dede, itu berisiko.

Temuan yang juga didapat Bawaslu adalah terdapat 12.128 pemilih yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) dan 17.182 data tidak dikenal.

“Semua keruwetan ini akan menjadi masalah besar apabila pleno rekapitulasi DPHP dan penetapan DPS tetap dilanjutkan,” ujarnya.

Jawaban KPU

Ketua KPU Kota Depok Nana Shobarna berdalih sudah menjalankan tahapan sesuai ketentuan. Berdasarkan catatannya, pelaksanaan rapat pleno di tingkat kelurahan maupun kecamatan berjalan lancar dan tidak ada catatan apa pun sehingga KPU menganggap tidak ada persoalan lagi.

Soal salinan data yang dipersoalkan Bawaslu, KPU Depok mengacu kepada surat KPU RI yang menyebut tidak bisa memberikan data yang diminta. “Dan ini kan juga sudah menjadi pembahasan di tingkat pusat antara KPU RI dan Bawaslu RI. Jadi, kita tidak memberikan ada dasarnya,” katanya.

Mengenai TPS di Rutan, menurut Nana, tidak sesederhana itu. KPU Memang berencana membuka TPS di rutan tetapi masih menunggu ketentuan yang pasti dari KPU pusat. KPU Depok diminta bersabar menunggu aturan itu selesai dibuat.

Soal banyaknya pemilih yang belum memiliki KTP elektronik, Nana berdalih, itu sudah ditanggapi langsung oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam rapat pleno kemarin.

“Walaupun beliau menyampaikan, kan kita kan karena red zone, ya, jadi pleno kota itu ada yang datang langsung, ada yang virtual. Disdukcapil, melalui virtualnya, menyampaikan bahwa apa yang disampaikan Bawaslu itu sudah menjadi program prioritas yang akan diselesaikan,” ujarnya. (ase)