Anies: APBDP DKI Jakarta 2020 Disesuaikan Jadi Rp63,23 Triliun

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menyebutkan, ada perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD DKI Jakarta tahun 2020.

"Saya sampaikan bahwa APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2020 yang semula direncanakan sebesar Rp87,95 triliun mengalami penyesuaian menjadi Rp63,23 triliun," kata Anies dalam acara Raperda APBD-P 2020 di DPRD DKI Jakarta, Selasa, 3 November 2020.

Ia menjelaskan, perubahan APBD 2020 didasarkan pada realisasi kondisi makro ekonomi DKI Jakarta dan pelaksanaan APBD hingga akhir Juni 2020. Secara umum, penambahan anggaran dilakukan pada jenis Belanja Tidak Terduga dari Belanja Tidak Langsung yang semula Rp188 miliar menjadi Rp5,19 triliun. Nilai ini naik lebih dari 27 kali lipat dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.

Baca juga: Ramai Boikot Produk Prancis, Danone: Aqua dan SGM Produksi RI

Adapun Penambahan pada kelompok Belanja Langsung dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), antara lain dialokasikan untuk berbagai pos alokasi, yaitu Peningkatan Infrastruktur Pengendalian Banjir, Peningkatan Infrastruktur Peningkatan Layanan Air Minum, Peningkatan Infrastruktur Pengelolaan Sampah, Peningkatan Infrastruktur Transportasi, Peningkatan Infrastruktur Pariwisata dan Kebudayaan (revitalisasi TIM) dan Peningkatan Infrastruktur Olahraga (pembangunan JIS).

Di sisi lain, pengurangan anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2020 dilakukan dalam rangka peningkatan efektivitas anggaran dengan melakukan rasionalisasi belanja pegawai melalui: rasionalisasi belanja barang/jasa sekurang-kurangnya 50 persen dengan mengurangi anggaran belanja, terutama untuk perjalanan dinas, barang pakai habis untuk keperluan kantor, cetak dan penggandaan, pakaian dinas dan atributnya serta pakaian khusus hari-hari tertentu.

Kemudian, pemeliharaan, perawatan kendaraan bermotor, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, jasa kantor, jasa konsultasi; tenaga ahli/instruktur/narasumber. Lalu, uang yang diserahkan kepada pihak ketiga, makanan dan minuman serta paket rapat di kantor maupun luar kantor; serta sosialisasi, workshop, bimbingan teknis, pelatihan dan FGD serta pertemuan lain yang mengundang banyak orang.

Rasionalisasi belanja modal sekurang-kurangnya sebesar 50 persen dengan mengurangi pengadaan kendaraan dinas/operasional, pengadaan mesin dan alat berat, pengadaan tanah. Selanjutnya, renovasi ruangan/gedung, meubelair dan perlengkapan perkantoran, pembangunan gedung baru; serta pembangunan infrastruktur lainnya yang memungkinkan untuk ditunda tahun berikutnya.

Secara khusus, Anies juga menjelaskan penyesuaian asumsi makro ekonomi, rencana perubahan pendapatan daerah, rencana perubahan belanja daerah dan rencana perubahan pembiayaan daerah.

Pertumbuhan Ekonomi DKI Diprediksi di Kisaran 0,7-1,11 Persen

Pertumbuhan Ekonomi yang sebelumnya diproyeksikan sebesar 6,3 persen menjadi kisaran 0,7-1,1 persen. Angka ini lebih tinggi dari target pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 0,2-1,1 persen.

Kata dia, inflasi yang sebelumnya diproyeksikan sebesar 3,2 ± 1 persen menjadi 1,5-1,9 persen. Angka tersebut berada di bawah proyeksi inflasi nasional sebesar 2-4 persen.

"Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang semula diproyeksikan pada kisaran Rp 14.000-15.000 per Dollar Amerika akhirnya dikoreksi mengikuti asumsi Nasional pada Nota Keuangan RAPBN 2021 sebesar Rp 14.400-14.800 per Dollar Amerika," ujarnya.

Sedangkan, pendapatan daerah yang sebelumnya direncanakan sebesar Rp82,19 triliun dikoreksi menjadi Rp57,06 triliun, atau turun sebesar Rp25,12 triliun. Ada pula koreksi atas pendapatan daerah yang disebabkan selisih penurunan pajak daerah secara signifikan sebesar Rp17,69 triliun.

Lalu, terkait belanja daerah, Anies menjelaskan bahwa belanja tidak langsung dan belanja langsung mengalami penurunan sebesar Rp20,82 triliun atau 26,16 persen, dari Rp79,61 triliun menjadi Rp58,78 triliun. Lalu, belanja tidak langsung yang semula dialokasikan sebesar Rp34,67 triliun mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun (3 persen) menjadi Rp33,63 triliun.

"Adapun Belanja Langsung yang semula dialokasikan sebesar Rp44,93 triliun mengalami penurunan sebesar Rp19,78 triliun (44,04 persen) menjadi Rp25,14 triliun," tuturnya.

Lebih lanjut, penerimaan pembiayaan daerah sebelumnya dialokasikan sebesar Rp5,76 triliun yang berasal dari prediksi SiLPA tahun 2019 dan Penerimaan Pinjaman Daerah.

Dalam raperda APBDP 2020, penerimaan pembiayaan mengalami kenaikan 7,05 persen atau sebesar Rp406,33 miliar menjadi Rp6,16 triliun yang terdiri atas: kenaikan penerimaan pinjaman daerah sebesar 12 kali lipat dari Rp206,15 miliar menjadi Rp3,56 triliun dan penurunan SiLPA yang tercatat sebesar Rp1,2 triliun dari prediksi sebelumnya Rp 5,5 triliun.

Kemudian, pengeluaran pembiayaan daerah yang semula direncanakan sebesar Rp8,34 triliun menurun sebesar Rp3,89 triliun (46,68 persen).