70% Siswi SMP Diklaim Tak Perawan, Depok Layak Anak Dipertanyakan

Satu ruas jalan di kota Depok, Jawa Barat.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Ariet Merdeka Sirait, angkat bicara terkait pernyataan anggota DPR di Komisi VIII dari Fraksi PKS, Nur Azizah Tamhid, yang menyebut kira-kira 70 persen siswi SMP di Kota Depok tak lagi perawan.          

“Jadi sebenarnya lima tahun yang lalu survei Komnas PA menemukan 93,7 persen anak SMP dan SMA itu mengaku sudah tidak perawan lagi. Jadi apa yang dikatakan oleh kader PKS itu dibenarkan data lima tahun lalu dan kita sudah umumkan itu,” kata Arist saat dikonfirmasi pada Rabu 23 Desember 2020
          
Dari angka tersebut, sebanyak 61,2 persen di antaranya mengaku memilih aborsi atau menggugurkan kandungan.

“Itu (survei) di beberapa wilayah dengan sampling sekira 4.700-an anak SMP dan SMA. Jadi jika diturunkan persentase itu atau yang dilansir di Depok itu dibenarkan dengan angka itu,” katanya.

Menurut Arist, angka persentase yang disebutkan oleh istri mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail itu mirip dengan data Komnas PA hanya memang jumlah sampling-nya berbeda.

“Dari data kami, bahkan 97 persen lebih itu mengaku pernah nonton pornografi. Jadi perilaku seks remaja di Depok itu sesuai angka-angka itu. Makanya perlu diantisipasi," ujar dia.

Atas dasar itu kata Ariest, pihaknya selalu mengkritik sebutan Depok yang kerap digaung-gaungkan sebagai kota layak anak.

“Nyatanya tidak kan tapi kan selalu dibantah. Apalah gunanya mengatakan ramah anak dan sebagainya tapi perilaku seks menyimpang dan korban anak masih banyak," kata dia.

Dengan temuan tersebut, lanjut Arist maka kasus kekerasan terhadap anak bukan lagi pada level darurat namun sudah masuk kategori abnormal.

“Oleh karena itu pemerintahan yang baru sungguh-sungguh-lah berjanji mengurus kota yang didengung-dengungkan kota layak anak, bukan hanya infrastruktur, tapi semua lapisan harus memberikan perhatian lebih,” katanya.

Dia mengaku khawatir 2021 kasus tersebut akan semakin tak terbendung.

“Ini menyakitkan hati orang tua, tidak diduga-duga orangtua. Orangtua selalu menganggap anak baik-baik saja, ternyata surveI itu menakutkan,” tuturnya.

Ketika disinggung apakah perlu tes keperawanan namun Ariest menilai hal itu tak perlu dilakukan.

“Itu enggak menjawab persoalan. Kalau semua tidak perawan apa menjamin Depok lebih baik, enggak kan, ini kan prilaku. Enggak ada urusannya,” kata dia.

Menurut Arist, langkah yang harus segera dilakukan untuk mencegah lonjakan kasus tersebut adalah dengan melakukan penyuluhan yang berakar pada kebutuhan masyarakat. Penyuluhan dilakukan di pendidikan, lingkungan sekolah dan melalui sarana teknologi. Tak ketinggalan pentingnya peran penting keluarga. (ren)