Polisi Bongkar Pelacuran di Puncak Bogor, Mucikari Karyawan Vila

Konferensi pers Polres Bogor soal prostitusi di kawasan Puncak Bogor
Sumber :
  • VIVA/Muhammad AR

VIVA – Kepolisian Resor (Polres) Bogor membongkar prostitusi atau pelacuran yang memanfaatkan aplikasi penginapan Red Doorz di vila Megamendung, Puncak Bogor. Dalam kasus ini para mucikari tak lain merupakan karyawan vila. 

"Perkara ini diawali dari adanya informasi dari masyarakat di mana kita dapat info di salah satu vila di Megamendung. Adanya praktik prostitusi yang dilakukan oleh salah satu karyawannya sehingga tim kami dari Reskrim Polres Bogor melaksanakan penyelidikan ke vila tersebut," kata Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Polisi Harun di Polres Bogor, Jumat, 22 Januari 2020.

Harun menjelaskan, para penyewa vila yang mengunakan aplikasi Red Doorz ditawari jasa prostitusi oleh karyawan vila. Mereka lalu membayar jumlah nominal di luar biaya vila untuk mendapatkan jasa pelacuran.

"Mereka dari penyewa vila melalui aplikasi Red Doorz kemudian mereka menyewa vila kemudian mereka masuk. Setelah itu dari karyawan inilah dan mucikari di lokasi menawarkan mereka, yang saat ini beroperasi daerah puncak," kata Harun.

Harun menjelaskan, saat penyelidikan, polisi memergoki 4 orang wanita di dalam empat kamar terpisah. Dari keempat orang wanita itu, kata Harun, 4 orang yang sedang melayani tamu ini telah dipesan oleh wanita yang merupakan karyawan vila berinisial LS (33). Dari pengakuan LS, ia mendapatkan 4 orang wanita ini dari NO (35) seorang wanita yang juga mucikari yang beroperasi di kawasan Puncak  

"LS ini menelepon seseorang atas nama NO yang selaku mucikarinya. NO inilah yang menyediakan 4 korban yang ada di TKP tersebut," katanya. 

Polisi mengamankan empat orang korban yakni LL (17 tahun), SH (24), R (20), IM (21), DPS (31). Dua orang merupakan warga Bogor dan dua lainnya warga Cianjur. Dari keterangan pelaku dan korban, tarif yang ditawarkan ke penyewa vila Rp500 ribu per kencan.

"NO dan juga LS mendapatkan keuntungan dari setiap korban Rp100 ribu. Sedangkan korban dibayar dengan Rp300 ribu. Jadi total Rp 500 ribu. Untuk korban 300 ribu, dan Rp100 ribu tersangka NO dan Rp100 ribu untuk tersangka LS," kata Harun lagi.

Dari keterangan pelaku, bisnis haram yang dijalani LS dan NO sudah berlangsung selama satu tahun. Mereka merupakan karyawan vila sekaligus menyediakan PSK. Sementara selain 4 orang korban, kepada polisi pelaku juga mengaku ada korban lain yang tidak sedang beroperasi. Korban juga telah mengetahui bahwa pelaku akan menjualnya ke orang penyewa vila.

"Ya (mereka sudah tahu sejak awal) makanya kita kenakan TPPO. Tidak ada unsur pemaksaan karena mereka saling mengenal antara NO dengan korban. Sementara ini kita dapati ada 6 korban di jaringan tersangka mucikari ini. Korban sebagai saksi saja atas tindakan korban tersebut kita kembalikan ke orang tuanya masing-masing," kata Harun.

Dalam kasus ini polisi menjerat LS dan NO dengan pasal 296 KUHP junco pasal 506 KUHP, dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan penjara. Polisi juga menjerat dengan Undang-Undang TPPO  Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dengan ancaman minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun penjara.

"Tindak pidana, perdagangan orang dan diduga menjadi mata pencahariannya untuk mempermudah orang lain berbuat cabul atau mucikari. Adapun barang bukti ada 2 buah HP, uang Rp2 juta, 2 alat kontrasepsi," ujarnya.

Baca juga: Pernyataan TransJakarta soal Penumpang Colong Hand Sanitizer