Mediasi Korban Vaksin Palsu di RS Elisabeth Bekasi Ricuh

Para warga berkumpul di Rumah St Elisabeth Bekasi untuk meminta penjelasan soal kasus vaksin palsu.
Sumber :
  • VIVA/Hary Fauzan

VIVA.co.id – Jajaran direksi Rumah Sakit St Elisabeth, Bekasi, Jawa Barat, akhirnya menemui keluarga pasien korban vaksin palsu, Sabtu petang, 16 Juli 2016. Pertemuan ini sebelumnya sempat tertunda, akibat insiden pelarangan awak media oleh petugas keamanan setempat untuk meliput pertemuan keluarga korban dengan pihak rumah sakit.

Direktur RS St Elisabeth dr Antonius Yudianto yang hadir menemui keluarga pasien di aula di ruang basement rumah sakit langsung menuai protes. Bahkan kericuhan sempat terjadi saat sesi tanya jawab antara direktur rumah sakit yang didampingi dua orang pengacaranya dengan orang tua pasien.

Kericuhan berawal saat pihak rumah sakit, melalui direktur yang memberikan keterangan terkait tuntutan orang tua pasien yang memiliki sejumlah pertanggungjawaban dari rumah sakit.

Namun bagi keluarga korban, keterangan pihak RS Elisabeth tak memuaskan. Tiba-tiba beberapa orang tua pasiendatang ke hadapan tiga orang perwakilan rumah sakit sambil menggebrak meja. Salah seorang keluarga pasien menuntut bukti otentik penggunaan vaksin palsu di RS St Elisabeth.

"Kalau cuma ngomong bisa jadi bohong, kami ingin rumah sakit buktikan dengan sejumlah data otentik seperti faktur pembelian, berapa banyak jumlah yang diberikan. Rumah sakit lain saja sudah merilis, kenapa disini belum," teriak warga.

Kericuhan warga semakin menjadi ketika keluarga pasien tahu apabila dua orang yang bersama direkturnya itu merupakan seorang pengacara. "Maksud anda apa membawa pengacara ke ruangan ini? Mau berkilah lagi atau mau melakukan perlawanan pada kami," teriak warga lain.

Kemudian, salah satu keluarga pasien lainnya merespon kekesalan rekan-rekannya dengan memukul-mukul meja.

Suasana aula RS Elisabeth pun semakin panas ketika aksi pembelaan yang dilakukan pihak manajemen RS justru semakin menyulut emosi keluarga pasien yang mayoritas berasal dari kalangan keluarga menengah atas.

Salah satu orang tua pasien nampak membanting meja yang digunakan Direktur Antonius bersama dua orang pengacaranya. Sejumlah petugas keamanan rumah sakit pun langsung mengevakuasi Antonius bersama dua pengacaranya ke salah satu ruangan yang aman di lantai tersebut. Antonius nampak mengerang kesakitan dan sesekali memegang bagian leher sebelah kirinya pasca kisruh tersebut.

Aparat Kepolisian dan TNI yang ada di lokasi akhirnya mampu meredam kericuhan. Aparat meminta keluarga pasien tenang, serta kembali ke tempatnya. Acara mediasi dengan pihak rumah sakit pun akhirnya bisa dilanjutkan. Direktur rumah sakit akhirnya bersedia menemui keluarga pasien tanpa didampingi dua pengacaranya.

Kemudian, acara pun ilanjutkan dengan menghasilkan sebanyak tujuh poin kesepakatan yang dibuat rumah sakit. Surat pernytaan itu, ditulis langung dihadapan ratusan orangtua pasien dan ditandatangin di atas materai oleh direktur.