Polisi Penegak Hukum, Bukan Alat Politik

Ilustrasi/Penyelenggaraan pilkada serentak 2018
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Anhar Rizki Affandi

VIVA – Pengamat kepolisian pada Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menilai penunjukan polisi sebagai penjabat gubernur adalah pelanggaran hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang Polri.

"Fungsi kepolisian itu adalah alat negara penegak hukum bukan alat politik. Penunjukan tersebut bisa menyeret pejabat polisi ke ranah politik praktis," kata Bambang pada Selasa, 30 Januari 2018.

Loyalitas anggota Polri pada pimpinan maupun institusi, kata Bambang, masih melekat pada setiap polisi aktif. Maka netralitas seorang polisi jika ditugaskan menduduki jabatan sipil menjadi wajar diragukan. Soalnya mereka akan taat pada pimpinan Polri ketimbang kepada pejabat sipil.

Berdasarkan pasal 23 Undang-Undang Polri yang mengatur tentang tugas polisi, mereka tidak boleh melibatkan diri pada kegiatan politik praktis dan jika akan menduduki jabatan di luar Polri harus lebih dahulu mengundurkan diri.

"Jadi secara fungsional maupun yuridis, pengangkatan pejabat polisi tersebut berpotensi rawan dalam pelaksanaan pilkada," kata Bambang.

Ia pun menyarankan, secara fungsional lebih baik mengangkat pejabat sipil untuk mengisi posisi penjabat gubernur daripada seorang anggota Polri.

Wacana penunjukan dua jenderal polisi aktif sebagai penjabat gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara, menuai kontroversi. 

Kedua perwira itu yakni Asisten Kapolri Bidang Operasi Polri Irjen Pol Muhammad Iriawan menjadi Gubernur Jawa Barat dan Kadivpropam Polri Irjen Pol Martuani Sormin Siregar yang diusulkan menjabat gubernur Sumatra Utara. 

Munculnya wacana tersebut memicu pertanyaan terkait netralitas TNI-Polri, terutama menjelang pilkada serentak. (ase)