Nazaruddin Minta Pembebasan Bersyarat

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA - Narapidana kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang, Muhammad Nazaruddin, berharap banyak ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, agar usulan asimilasi serta pembebasan bersyaratnya dikabulkan. Ia menyampaikan hak asimilasi dan bebas bersyaratnya telah diatur secara undang-undang.

Ia meminta, kepada institusi yang berkaitan mengurus pengajuan bebasnya itu mempertimbangkan berbagai hal termasuk syarat-syarat yang telah dilewatinya selama di bui.

"Kita ini kan negara hukum. Kita ini negara aturan, saya minta kepada semua aparaturnya, ikutilah aturan," kata Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 19 Februari 2018.

Selama di penjara, Nazaruddin menjelaskan, dia banyak membantu KPK membongkar kasus korupsi yang menggunakan uang negara. Ia berharap asimilasi dalam rangka pembebasan syaratnya dapat dikabulkan oleh menteri Hukum dan HAM serta KPK.

"Saya mau itu KPK, mau itu pak menteri. Siapa pun institusi di negeri ini, kita ikut dengan aturan. Jangan melenceng dari aturan," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Dedi Handoko, membenarkan usulannya untuk memberikan bebas bersyarat bagi Nazaruddin. Nazaruddin divonis dalam dua kasus korupsi berbeda.

Pertama, 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis empat tahun sepuluh bulan penjara dan denda Rp200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Perkaranya ialah suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.

Mahkamah Agung, kemudian memperberat pidana Nazaruddin menjadi menjadi tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta.

Belum selesai menjalani masa hukuman pada kasus pertama, suami Neneng Sri Wahyuni itu divonis lagi pada 15 Juni 2016, atas kasus gratifikasi dan pencucian uang. Dia divonis enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.

Dalam kasus itu, Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar. Dari uang tersebut, Nazar salah satunya membeli saham Garuda Indonesia pada 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.

Namun, karena Nazar sudah berstatus sebagai justice collaborator, dia kerap mendapat remisi. Terakhir, Nazar mendapat remisi lima bulan pada peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2017.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengaku belum tahu usulan pembebasan bersyarat itu. Menurut Febri, setelah menjadi narapidana, kewenangan pembinaan berada di Lapas.

"Setelah jaksa, KPK lakukan eksekusi terhadap putusan pengadilan. Maka, domain pembinaan narapidana berada pada lapas," kata Febri.