Keluarga Korban Tumpahan Minyak Balikpapan Merasa Tak Diperdulikan

Oil washes up on the beach
Sumber :
  • abc

Kelompok LSM lingkungan mendesak Dirut Pertamina diberhentikan dari jabatannya terkait terjadinya tumpahan minyak mentah yang menewaskan lima orang dan mencemari sekitar 80 km garis pantai Kalimantan Timur.

Lima hari setelah kejadian barulah Pertamina mengakui tumpahan minyak tersebut berasal dari salah satu pipa minyak bawah lautnya.

Sebelumnya Pertamina mengklaim bahwa tumpahan minyak dalam volume yang sangat besar di Teluk Balikpapan berasal dari kapal. Padahal tidak ada bukti adanya kapal yang tenggelam atau kandas saat itu.

Ketika tumpahan minyak terbakar, lima warga setempat yang sedang memancing tewas, termasuk Imam Nurokhim (41 tahun).

Perahu Imam terperangkap di tengah kebakaran minyak mentah tersebut.

Istri Imam, Rohani Baso kepada ABC menyatakan tidak ada seorang pun dari Pertamina atau pemerintah setempat yang telah menghubunginya.

 

"Saya tidak tahu bagaimana kami akan membiayai putri kami," katanya. "Kami kehilangan pencari nafkah keluarga."

Imam bekerja sebagai perancang dan penjahit di salah satu industri pakaian. Dia suka memancing.

Jumat pekan lalu dia meninggalkan rumahnya di Balikpapan Pukul 6 pagi untuk pergi memancing bersama dua temannya.

"Saat subuh dia membangunkan saya agar kami bisa salat bersama," kata Rohani.

 

"Saya tidak tahu adanya tumpahan minyak sampai ponakanku datang sore hari dan menunjukkan foto-foto KTP suamiku yang ditemukan," ujarnya.

"Saya langsung ke pelabuhan bertanya lalu ke rumah sakit. Saya menemukan dia terbaring di kamar mayat. Anakku tahu dari Facebook temannya," tambah Rohani.

"Saya merindukannya. Rasanya aneh tanpa dia di sini. Dia menyenangkan dan selalu berusaha membuatku bahagia," tuturnya.

Pihak berwenang setempat mengatakan 7.000 hektar hutan bakau terkena dampak tumpahan minyak dan sejauh ini diperkirakan mematikan sekitar 8.000 pohon dan bibit bakau.

Foto-foto dari LSM Greenpeace menunjukkan tumpahan minyak menutupi hutan bakau.

Pradama Rupang dari LSM Jatam mengatakan upaya pembersihan dilakukan secara serampangan dan tumpahan tersebut masih menjadi risiko bagi warga setempat.

 

"Warga masyarakat turut serta dalam proses pembersihan. Mereka tidak dilengkapi peralatan keselamatan seperti sepatu bot atau sarung tangan sehingga tidak menyentuh minyak secara langsung," katanya.

"Jika menyentuhnya, kulit kita jadi iritasi. Sangat berbahaya jika mereka terus menyentuhnya," tambahnya.

Pradama mengatakan warga setempat menderita akibat kurangnya profesionalisme Pertamina. Dia meminta Dirut Pertamina Elia Massa Manik untuk diberhentikan.

"Perusahaan itu harus dituntut dengan pelanggaran UU Lingkungan. Namun ini masalah salah urus. Pihak manajemen juga harus dituntut," katanya.

 

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di ABC Australia.