Mendagri: Iriawan Tak Perlu Mundur dari Polri

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan Komisaris Jenderal Polisi M Iriawan memenuhi persyaratan untuk menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat yang ditinggalkan, Ahmad Heryawan yang telah usai masa jabatannya.

Tjahjo juga meyakini Iriawan tak perlu mengajukan pengunduran diri sebagai anggota Polri karena meski masih aktif, Iriawan sudah berada di luar struktur Polri.

"Pak Iriawan saat ini adalah pejabat Sestama Lemhanas maka tentu yang bersangkutan tidak lagi dinas aktif dalam lembaga Kepolisian," kata Tjahjo melalui pesan singkat, Rabu 20 Juni 2018.

Tjahjo menjelaskan pengunduran diri dari dinas aktif seperti dijelaskan Pasal 109 dan Pasal 110 UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Pasal 157 dan Pasal 159 PP No. 11/2017 (manajemen PNS).

Dalam Pasal 1 angka 3 PP No. 1/2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, yang menegaskan bahwa segala aktivitas kedinasan yang dilakukan anggota dalam lembaga kepolisian.

Selain itu alasan Iriawan tidak mengundurkan diri sesuai amanat Pasal 9 PP No. 21/2002 tentang Pengalihan Status Anggota TNI/Polri bahwa terhadap penugasan TNI/Polri pada instansi tertentu tidak perlu alih status menjadi PNS.

"Dengan demikian secara status yang bersangkutan masih polisi, namun tidak lagi berdinas aktif karena mendapat penugasan sebagai Sestama Lemhanas," paparnya.

Dengan mengacu pada undang undang dan peraturan yang ada, M Iriawan yang saat ini menjabat Sestama Lemhanas memenuhi syarat untuk dilantik sebagai Pj Gubernur Jabar.

"Karena Sestama Lemhanas adalah JPT Madya, maka Pak Iriawan memenuhi syarat diusul sebagai Pj. Gubernur Jabar sebagaimana amanat Pasal 201 ayat (10)  UU No. 10/2016," katanya.

Seperti diketahui, pelantikan Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Senin, 18 Juni 2018, mendapat sorotan.

Penunjukan mantan Kapolda Metro Jaya sebagai penjabat kepala daerah itu dinilai melanggar perundang-undangan, sehingga Fraksi Demokrat di DPR RI mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk mengoreksi kebijakan Mendagri Tjahjo Kumolo.

Penunjukan Iriawan sebagai Pj kepala daerah melanggar tiga ketentuan undang-undang, yaitu: UU Nomor 5 Tahun 2104 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.