Polisi soal Desakan Banser Dipidana: Monggo ke DPR Buat Aturan Baru

Tiga pelaku pembakaran bendera di Garut.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Diki Hidayat

VIVA – Kepolisian Daerah Jawa Barat menolak memenuhi desakan sebagian kalangan agar polisi menjerat oknum anggota Banser pembakar bendera berlafaz tauhid atau bendera Hizbut Tahrir Indonesia dengan pasal pidana.

Sebagaimana ditegaskan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Umar Surya Fana, berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik tidak menemukan unsur pidana dalam pembakaran itu. Polisi malahan mau menyeriusi menelisik orang atau kelompok pembawa bendera itu, yang memicu kegaduhan dan mengganggu rapat umum dalam peringatan Hari Santri Nasional di Garut.

“Justru kami tertarik dengan adanya penyusup yang tidak ada dalam undangan untuk ikuti upacara. Kok tiba-tiba ikut upacara membekali diri dengan bendera HTI,” kata Umar.

Dia bergeming ketika ditanyai lagi tentang kemungkinan polisi menjerat oknum Banser pembawa bendera itu dengan pasal pelanggaran pidana. Sebab, katanya, berdasarkan alat bukti dan hasil pemeriksaan, memang tak ditemukan unsur pidana.

“Menurut kami, konsistensi kami berdasarkan fakta yang ada, sesuai alat bukti. Kalau mau aturan baru monggo (silakan) ke Senayan (menuntut kepada DPR) buat aturan baru (bahwa tindakan) membakar bendera dipidana sekian tahun,” katanya.

Mengganggu rapat umum

Umar menegaskan, penyidiknya belum menetapkan seorang pun sebagai tersangka, termasuk kepada seorang pria yang ditangkap kemarin karena ditengarai membawa bendera itu. Karena itu pula, polisi belum menetapkan pasal pidana yang akan diterapkan karena belum diketahui pasti tindak pidananya.

Namun, Umar memberi ancar-ancar bahwa bisa saja penyidik menerapkan pasal dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan video pembakaran itu, atau pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan sangkaan si penyusup pembawa bendera memicu kegaduhan sehingga mengganggu rapat umum.

“Kalau pun kena (pasal pelanggaran pidana) bisa (pasal) 55, 56, 174 (KUHP). Saya ngomong berdasarkan fakta hukum. Saya enggak suka kalau berdasarkan suka-suka. Saya kerja karena criminal justice system, maka konsisten,” katanya.

Barang bukti video yang beredar di media sosial pun dianggap kunci dalam penyelidikan dan penyidikan. “Sehingga saya sampaikan bahwa kami tidak hanya bekerja di ending (akhir) peristiwa pembakaran. Semua mendasarkan diri pada video di medsos,” katanya.