Kejaksaan Agung Beberkan SP3 Kasus Pengusaha Gula
- VIVAnews/Maryadi
VIVA – Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilaporkan pengusaha asal Singapura Toh Keng Siong terhadap pengusaha gula, Gunawan Jusuf.
Dalam surat Direktur Tipideksus Bareskrim Polri yang diterima wartawan, tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, disebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.
Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipidesksus itu juga memuat alasan penghentian penyidikan adalah karena nebis in idem dan kedaluwarsa. Padahal sebelumnya, polisi menyatakan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengatakan, pihaknya menerima pengiriman SPDP kasus ini dari Bareskrim Polri sekitar Juni 2017.
“Tapi sampai batas waktu pengembalian SPDP, tidak pernah dikirimkan berkas perkara,” ujar Mukri kepada wartawan, Sabtu, 12 Januari 2019.
Ia mengatakan, Kejaksaan Agung pun menyimpulkan penerbitan SPDP terlalu cepat. Kemudian, kata dia, berdasarkan standar operasional prosedur nomor 03 tahun 2016 berkas harus dikirim paling lambat 1 bulan setelah SPDP dikirimkan.
“Sementara ini sudah lewat 494 hari. Akhirnya kemarin bulan November SPDP dikembalikan ke penyidik. Supaya tidak menjadi tunggakkan, jadi berkasnya belum pernah ada,” kata Mukri.
Ia juga membantah ucapan Polri bahwa penghentian perkara adalah karena petunjuk Kejaksaan Agung. “Dari mana? Berkasnya saja belum ada. Artinya pengembalian SPDP itu dikarenakan berkas perkara tidak pernah dikirimkan ke kita (Kejaksaan),” ucapnya.
Menanggapi dihentikannya kasus tersebut, Kuasa Hukum Toh Keng Siong, Denny Kailimang mengatakan, dirinya melihat ada hal-hal yang janggal atas penghentian kasus tersebut. Denny berharap ada langkah dari DPR RI untuk mempertanyakan kejanggalan ini ke Polri maupun ke Kejaksaan Agung.
“Saya melihat bahwasanya ada sesuatu yang patut menjadi perhatian kita, ada beberapa kejanggalan, seperti terlapor itu belum pernah diperiksa, dan pernah mengajukan praperadilan tiga kali,” ujar Denny.
Ia mengungkapkan hal yang menurutnya janggal yaitu, pada 21 November 2018, Kejaksaan Agung mengembalikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Bareskrim.
"Kemudian pada tanggal 23 November ada surat lagi, memberi komentar alasan pengembalian, ini janggal, apa ada kasus-kasus lain yang SPDP dikembalikan seperti ini? Ada apa ini? ” ujarnya.
Ia mengatakan, kejanggalan lainnya yakni Bareskrim Polri pada Desember melakukan gelar perkara tanpa kehadiran dirinya dan kliennya.
“Kami tidak hadir dalam gelar perkara, dan mengeluarkan SP3, padahal sebelumnya mereka (polisi) mengeluarkan tiga kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan. Ini jadinya aneh, ganti pimpinan di Direktur Tipidum Bareskrim, langsung berubah kebijakan, tadinya tidak ada masalah. Jadi memang ada keanehan,” katanya.
Denny menuturkan, setelah kasus ini dihentikan oleh Polisi, pihaknya masih memikirkan langkah hukum selanjutnya. Namun ia mengatakan langkah Kejaksaan yang dinilainya agresif dan terlalu cepat memutus perlu menjadi perhatian semua pihak.
"Saya pikir terhadap kejanggalan ini DPR bisa panggil Jaksa Agung dan Polri untuk jelaskan secara detail. Karena jarang-jarang ada yang seperti ini,” ucapnya.
Dugaan penggelapan dan TPPU ini bermula ketika pelapor Toh Keng Siong menginvenstasikan dananya ke PT Makindo dengan Direktur Utama yakni Gunawan Jusuf. Sejak 1999 hingga 2002, total dana yang diinvestasikan dalam bentuk Time Deposit mencapai ratusan juta dolar AS dalam bentuk Time Deposit.
Denny menduga Gunawan menggunakan dana pinjaman itu untuk membeli pabrik gula melalui lelang BPPN kemudian tidak mengembalikan uang tersebut hingga kini. (ase)