Buru Penjahat Siber, Kemenkumham Tandatangani Perjanjian MLA

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya penegakan hukum kejahatan lintas negara dan cyber crime dengan cara menandatangani kerja sama antarnegara. Hal itu diperlukan karena hukum di Indonesia tak selalu sama dengan hukum di negara lain.  

“Pemerintah telah menandatangani berbagai perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana seperti Mutual Legal Assistance (MLA) dengan negara lain yang memiliki potensi sebagai tempat untuk bersembunyi, menempatkan aset hasil kejahatan dan dilakukannya tindak kejahatan cyber,” kata Yasona saat Seminar Nasional Arah Kebijakan Pembaruan Hukum Pidana, di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis 28 Maret 2019.

Yasonna mengatakan, negara  yang telah menandatangani MLA adalah negara ASEAN, Swiss,  Australia, Hong Kong, RRC, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Iran.

Yasonna menambahkan, sebagai negara yang mempunyai tujuan ikut melaksanakan ketertiban secara hukum dan memberantas kejahatan lintas negara serta cyber crime di dunia, Indonesia harus ikut aktif dalam pergaulan hukum internasional. 

“Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana juga tidak bisa lagi hanya bertumpu pada perkembangan nasional, tetapi juga harus menyesuaikan (harmoni) dengan negara-negara lain dalam penegakan hukum pidana. Hal itu diimplementasikan melalui berbagai perjanjian dan selanjutnya meratifikasinya menjadi undang-undang,” paparnya.

Yasona mengungkapkan, dalam perkembangan zaman saat ini hukum di Indonesia juga harus mampu beradaptasi dengan ilmu lainnya. Karena persoalan saat ini perlu mendapat kajian dari ilmu lain di luar ilmu hukum dan KUHP.

“Kondisi saat ini tidak bisa lagi menempatkan ilmu hukum pidana sendirian menyelesaikan persoalan-persoalan kejahatan di masyarakat. Seiring dengan tumbuhnya bermacam-macam ilmu pengetahuan kemasyarakatan, maka sangat berguna sekali dalam memecahkan persoalan-persoalan dalam rumah pidana lainnya. Karena itu pembaruan hukum pidana sesungguhnya tidak hanya terbatas pada KUHP yang harus adaptif terhadap perkembangan masyarakat dan kearifan lokal.” (mus)