Ibu Kota di Luar Jakarta, Menteri Bambang: ASN Harus Bersedia Pindah

Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • VIVAnews/R. Jihad Akbar.

VIVA – Konsekuensi pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke luar Jawa, adalah para aparatur sipil negara atau ASN, juga akan turut serta. Maka, disiapkan juga perumahan untuk mereka, dengan asumsi membawa serta keluarga.

Hal itu sudah menjadi perencanaan awal, jika Presiden Joko Widodo menyetujui wacara tersebut. Dengan disetujuinya usulan itu, maka ASN juga akan turut berpindah, dari tempat mereka saat ini di Jawa atau Jakarta.

"Para ASN harus bersedia pindah dari posisi di Jakarta ke kota baru tersebut," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dalam rapat kabinet terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 29 April 2019.

Dengan pemindahan ASN dalam jumlah besar ini, maka kriteria yang diharapkan untuk ibu kota yang baru tersebut adalah kultur masyarakatnya. Bambang menjelaskan, masyarakat lokal harus bisa menerima kehadiran masyarakat baru, terutama ASN ini.

Maka itu menjadi kriteria yang penting bagi pemerintah yang diusulkan oleh kementerian yang ia pimpin, untuk menentukan daerah mana yang akan menjadi Ibu kota Indonesia sebagai pengganti Jakarta.

"Kami harapkan masyarakat di sekitar wilayah tersebut memiliki budaya terbuka terhadap pendatang. Karena bagaimanapun nanti ASN akan berdatangan dari Jakarta ke kota baru tersebut. Dan kita harapkan tidak ada dampak negatif terhadap komunitas lokal," jelasnya.

Ada dua opsi yang ditawarkan. Yakni pertama, dengan model rightsizing atau pengurangan, dan kedua tanpa pengurangan. Kalau skenario tidak ada pengurangan ASN, maka sesuai dengan data 2017, menurut Bambang akan dibutuhkan lahan untuk mencakup sekitar 1,5 juta penduduk.

"Terdiri dari anggota eksekutif, legislatif, yudikatif. Pemerintah, parlemen dan yudikatif. Polri-TNI anggota keluarga. Kita estimasi setiap pegawai memiliki empat anggota keluarga," jelasnya. 

Dengan estimasi 1,5 juta penduduk itu, maka pemerintahan membutuhkan 5 persen lahan, ekonomi 15 persen, sirkulasi infrastruktur 20 persen, pemukiman 40 persen, dan ruang terbuka hijau 20 persen. 

"Diperkirakan dibutuhkan lahan minim 40 ribu hektare untuk skenario pertama," lanjutnya.

Sementara itu, jika ada pengurangan ASN maka hanya dibutuhkan lahan sekitar 30 ribu hektare. Maka ASN yang pindah jumlahnya menjadi sekitar 111 ribu orang, ditambah Polri-TNI, anggota keluarganya diasumsikan 4 anggota.

"Pelaku ekonominya 184 ribu jumlah penduduk di bawah satu juta tepatnya 870 ribu dibutuhkan kira-kira lahan dengan peruntukan persentase pemakaian yang sama dibutuhkan lebih sedikit yaitu 30 ribu hektare," jelas Bambang.

Kriteria daerah yang akan menjadi ibu kota yang baru, jelas Bambang, harus minim dari risiko-risiko bencana. Baik itu banjir, kebakaran lahan, longsor maupun gempa bumi.

Akses jalan juga menurutnya sangat penting. Sehingga tercipta kontektivitas antara ibu kota tersebut dengan daerah-daerah di sekitarnya. Ibu kota pengganti Jakarta, juga tidak boleh dekat dengan daerah perbatasan.

"Dan dari sisi pertahanan keamanan kita harus memastikan perimeter nya sesuai. Untuk minimumkan vulnerability dari state dan juga untuk menjaga wilayah teritorial," jelasnya.