Polisi Jadwal Ulang Pemeriksaan Bachtiar Nasir sebagai Tersangka

Ustaz Bachtiar Nasir (baju putih) di Bareskrim Polri, Selasa, 15 November 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah.

VIVA – Kepolisian akan menjadwalkan ulang agenda pemeriksaan terhadap eks Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Ustaz Bachtiar Nasir sebagai tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).

Melalui penasihat hukumnya, Bachtiar Nasir dipastikan tidak akan memenuhi panggilan dari penyidik Bareskrim Polri pada hari ini, Rabu, 8 Mei 2019. Alasannya, ada agenda yang sudah dijadwalkan terlebih dahulu.

"Kita tunggu sampai siang. Sampai hari ini belum ada konfirmasi. Kalau tidak hadir akan dikirim panggilan kedua," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri.

Dedi memastikan bahwa pihaknya akan kembali memanggil Bachtiar Nasir pada pekan depan. Namun, untuk waktu tepatnya, masih akan melakukan koordinasi dengan penyidik. 

"Minggu depan (pemanggilan pemeriksaan tersangka kedua)," ujar Dedi.

Sementara itu, salah seorang kuasa hukum Bachtiar Nasir, Azis Yanuar, meminta pemeriksaan dilakukan sehabis bulan Ramadan. Ia pun akan berkoordinasi dengan penyidik untuk penjadwalan ulang pemeriksaan tersebut.

"Kami harapkan selepas puasa ya (pemeriksaannya)," katanya.

Diketahui, perkara ini bergulir pada tahun 2017. Ketika itu, diduga ada aliran dana dari Bachtiar Nasir, yang merupakan Ketua GNPF MUI, ke Turki. Padahal dana yang dikumpulkan di rekening YKUS untuk donasi Aksi Bela Islam 411 dan 212. 

Di sisi lain, Bareskrim Polri juga telah menetapkan seorang pria berinisial IA (Islahudin Akbar) sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU YKUS.

Bachtiar disangka melanggar Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (ase)