Jaksa: Ratna Sehat Jasmani-Rohani, Tak Dapat Dijerat Pasal 44 KUHP

Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet (kiri) mendengarkan kesaksian Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kanan) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 7 Mei 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nalendra

VIVA – Jaksa Penuntut Umum menyebut bahwa terdakwa penyebar kabar bohong, Ratna Sarumpaet, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani selama mengikuti persidangan. Karena itu, Ratna tidak dapat dijerat dengan pasal 44 KUHP.

Hal tersebut dikatakan jaksa saat membacakan dasar-dasar tuntutan kepada Ratna di sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 28 Mei 2019.

Salah satu jaksa mengatakan, selama persidangan Ratna berada pada kondisi jasmani dan rohani yang sehat. "Pada persidangan kondisi terdakwa sehat jasmani dan rohani. Umur dan pendidikannya berada di umur yang matang.”

Jaksa pun menyebut bahwa Pasal 44 KUHP tidak terbukti pada Ratna. Meskipun di persidangan kuasa hukum Ratna menghadirkan dokter kejiwaan Ratna yang menyebut Ratna membutuhkan obat anti-depresan, dokter mengatakan kejiwaan Ratna masih dapat dikontrol.

"Oleh karena itu ketentuan pasal 44 KUHP tidak berlaku terhadap diri Terdakwa. Terdakwa adalah orang yang mampu diminta pertanggungjawaban," katanya.

Pasal 44 KUHP menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana jika cacat kejiwaan atau terganggu karena penyakit.

Selain itu, jaksa juga menyebutkan, pasal 48 sampai pasal 51 KUHP tidak terbukti pada Ratna. "Pasal 48 KUHP sampai 51 KUHP tidak belaku terhadap diri terdakwa," ujarnya.

Pasal 48 berbunyi barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Sedangkan Pasal 49 KUHP memiliki dua ayat yang berbunyi, ayat satu menyebutkan tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu melawan hukum.

Atau ayat dua yaitu pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu tidak dipidana.

Untuk pasal 50 KUHP berbunyi barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.

Untuk Pasal 51 ayat 1  KUHP menyebutkan tidaklah dapat dihukum barangsiapa melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan suatu perintah jabatan yang telah diberikan oleh suatu kekuasaan yang berwenang memberikan perintah tersebut.

Sedangkan untuk pasal 51 ayat 2 menyebutkan perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.