Listrik Mati, Fadli Zon: Yang Harusnya Kecewa Rakyat, Bukan Presiden

Fadli Zon.
Sumber :
  • VIVA/Lilis Khalisotussurur

VIVA - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, menilai seharusnya yang kecewa terhadap matinya listrik bukan presiden, tapi rakyat. Sebab presiden merupakan eksekutor.

"Yang harusnya kecewa itu rakyat. Masa presiden kecewa, enggak boleh. Presiden itu eksekutor, rakyat kecewa terhadap PLN. Kalau presiden itu memberhentikan direksi PLN, mengangkat yang baru. Itu bukan statement presiden, itu statement rakyat kalau kecewa itu," kata Fadli di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 5 Agustus 2019.

Menurutnya, Jokowi tak boleh heran atas masalah itu. Sebab jika penyelenggaranya saja heran, bagaimana rakyat. Karena itu harus ada yang bertanggung jawab.

"Enggak bisalah kalau semuanya pakai minta maaf, kalau kita ada ini ya minta maaf saja. Saya kira ini masalahnya serius karena dampaknya besar, luas ke beberapa sektor dan juga terutama di bidang ekonomi dan juga tingkat kepercayaan masyarakat," kata Fadli.

Menurutnya, masyarakat akan mempertanyakan hal ini ada apa dan apakah akan sampai pada krisis listrik. Seharusnya kalau ada perbaikan diberitahukan jauh hari.

"Kalau ada perbaikan ini akan dimatikan listrik se-Jawa dari jam sekian sampai jam sekian, masyarakat kan bisa antisipasi. Ini kan enggak ada itu semua," kata Fadli.

Sebelumnya, listrik di wilayah Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat, padam pada Minggu, 4 Agustus 2019. Matinya listrik membuat aktivitas masyarakat terganggu misalnya saja moda transportasi massal seperti Kereta Rel Listrik (KRL) dan MRT menjadi tidak bisa beroperasi. 

Atas peristiwa ini, Jokowi menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri seperti Menteri ESDM, Menkominfo, Sekretaris Kabinet, dan para direktur regional PLN.

Awalnya, Jokowi ingin meminta penjelasan kepada PLN, mengenai kejadian yang merugikan banyak pihak tersebut.

Namun Jokowi tak bisa menyembunyikan kekecewaannya mendengarkan penjelasan Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani, mengenai mati massal listrik sejak Minggu kemarin.

"Oleh sebab itu pagi hari ini saya ingin mendengar langsung, tolong disampaikan yang simpel-simpel saja. Kemudian kalau ada hal yang kurang ya blak-blakan saja. Sehingga bisa diselesaikan dan tidak terjadi lagi untuk masa-masa yang akan datang," jelas Jokowi, dalam rapat itu.

Lalu Plt Dirut PLN memberi penjelasan. Namun penjelasan tersebut sangat teknis. Sripeni menjelaskan soal pembangkit yang down, dan bagaimana sistem itu merambat ke yang lain hingga mengganggu pasokan listrik termasuk ke Ibu Kota.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengakui bahwa pihaknya tidak terlalu sigap dalam menyelesaikan problem seperti ini. "Kami akui prosesnya lambat, Pak," katanya.

Mendengar penjelasan itu, raut muka Jokowi terlihat tidak puas. Hingga usai Sripeni memberi penjelasan beberapa menit lamanya, Kepala Negara kemudian menyampaikan kekecewaannya itu.

“Penjelasannya panjang sekali. Pertanyaan saya bapak ibu semuanya kan orang pintar-pintar apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian. Sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," singgung Jokowi dengan nada kecewa.

Peristiwa sebelumnya, menurut mantan Gubernur DKI itu, memang pernah terjadi pada 2002. Selama 17 tahun yang lalu itu, berimbas pada pemadaman di Jawa-Bali. Harusnya, kata Jokowi, itu bisa menjadi pelajaran berharga sehingga PLN memiliki perencanaan yang matang.

Jokowi juga menyinggung soal manajemen PLN yang besar, tetapi mengatasi persoalan ini justru lamban. Kerugian yang ditimbulkan, banyak. Baik di masyarakat maupun sektor transportasi publik yang juga kena imbasnya.

"Artinya pekerjaan yang ada tidak dihitung, tidak dikalkulasi. Dan itu betul-betul merugikan kita semuanya," katanya.

Sripeni sempat memberikan penjelasan tambahan dengan singkat. Sebenarnya, sudah disiapkan video conference dengan beberapa pembangkit. Namun Jokowi langsung pergi, meninggalkan kantor pusat PLN dan langsung menuju Istana Merdeka. (ase)