Demokrat Kritik Rencana Tambah Wamen, LSI Sebut Enggak Bebani APBN

Pelantikan 12 Wakil Menteri Kabinet Indonsia Maju oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2019.
Sumber :

VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk 12 wakil menteri (wamen) untuk membantu kinerja sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Namun Jokowi punya rencana untuk kembali menambah enam jabatan setingkat wamen.

Jika rencana itu direalisasikan, maka jumlah wamen di kabinet Jokowi kali ini sama dengan jumlah wamen di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebanyak 18 wamen. Berdasarkan data yang diolah VIVA, pada era SBY periode 2009-2014, jumlah wamen mencapai 18 orang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012, yang diteken pada 7 Juni 2012.

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Rully Akbar mengatakan, pada era SBY, tugas wakil menteri itu untuk membagi beban daripada menteri.

"Makanya, waktu itu diambil (wakil menteri) dari teman-teman profesional atau minimal eselon-eselon yang sudah berpengalaman untuk membantu menteri-menteri yang bukan berasal dari bidangnya," kata Rully saat dihubungi VIVA pada Senin, 11 November 2019.

Karena, kata dia, biasanya posisi menteri itu banyak diusulkan langsung dari partai politik dan lainnya. Tapi, mereka yang ditunjuk tidak mempunyai latar belakang atas jabatan atau posisi yang diberikan oleh presiden.

"Biasanya menteri-menteri dari sekarang maupun era sebelumnya, banyak penunjukan langsung dari parpol dan segala macam, tapi tidak punya background terkait dengan bidang yang dia pegang sekarang," ujarnya.

Tak bebani APBN

Rully menganggap kalau bicara soal anggaran penambahan wakil menteri, sebenarnya tidak begitu besar. Pasalnya,  cuma melibatkan beberapa orang saja. "Istilahnya tidak mengganggu APBN secara besar," kata Rully.

Tapi, kata dia, secara politis pasti akan ada anggapan ketika yang direkrut bukan dari kalangan profesional atau titipan partai politik. Maka hal yang wajar, publik berpikir kalau posisi wakil menteri menjadi alat tukar politik.

"Wajar orang punya frame bahwa sekarang tidak hanya posisi menteri yang jadi alat tukar politik, tapi juga sampai ke level wakil menteri. Kalau kita tahu, dulu ada juga posisi Komisaris BUMN, mungkin itu juga berlaku sampai sekarang," ujarnya.

Sebelumnya, politisi Partai Demokrat, Roy Surya menilai bahwa rencana Jokowi akan menambah wakil menteri akan membuat kabinet makin gemuk. Menurutnya, dampak negatif jika kabinet menjadi gemuk, pemerintahan akan berjalan tidak efisien.

Selain itu, dia mengingatkan bahwa anggaran juga akan terbebani karena adanya penambahan posisi wamen. Karena itu, dia meminta Jokowi jangan cuma mengejar kuantitas tapi lebih kepada kualitas para pembantunya di kabinet.  

"Sebaiknya Presiden Jokowi perlu mengutamakan kualitas dari para pembantu-pembantu yang dipilihnya. Jangan malah sekadar mengejar kuantitas karena ujung-ujungnya juga akan membebani negara," ujar Roy, Minggu, 10 November 2019, seperti dikutip dari VIVAnews.

Sementara itu, Rully mengatakan bahwa yang disampaikan adalah sebagai bentuk kritik. Namun posisi partai yang dikomandoi oleh SBY itu pun belum tahu arahnya ke mana. Apakah ingin masuk koalisi, oposisi atau di tengah-tengah seperti selama ini.

"Dia berada di tengah-tengah, tidak oposisi dan tidak menjadi koalisi pemerintahan juga. Ini gaya Demokrat yang dilakukan dalam beberapa periode terakhir. Jadi, mereka bisa hit and run kapan saja. Ketika momennya baik, dia bisa ikut. Ketika momennya buruk kapan saja dia bisa sikat pemerintahan," tuturnya.