Regulasi Rokok Elektrik, Asosiasi Vape: Perlu Kajian Secara Holistik

Paguyuban Asosiasi Vape Nasional.
Sumber :

VIVA – Vaping telah beredar di pasar Indonesia sejak tahun 2010, dan kontribusi dari cukainya sebenarnya telah banyak membawa dampak positif yang memudahkan pemerintah untuk mengadakan pengawasan, monitoring dan mengontrol peredaran vape di Indonesia. 

Namun, dengan kepanikan yang terjadi di Indonesia belakangan ini, Departemen Kesehatan RI melalui BPOM berulang kali menyatakan usulan yaitu merekomendasikan vape untuk dilarang.

Regulasi penggunaan rokok elektrik (vape) ini pun mendapat respon dari Asosiasi Vape di Indonesia. Apa yang terjadi jika vape dilarang di Indonesia?

Berdampak pada Penerimaan Cukai

Paguyuban Asosiasi Vape Nasional yang menaungi Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo), Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), dan Asosiasi Vape Indonesia (AVI) menyatakan bahwa mereka mendukung pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang akan mengatur penggunaan vape dengan dasar data dan kajian yang lengkap dan mendalam. 

APVI menilai regulasi pelarangan vape ini akan berdampak pada penerimaan cukai negara. Mengutip Pernyataan Bersama Paguyuban Asosiasi Vape Nasional bahwa vape sejak diresmikan lewat aturan fiskal telah dikenakan tarif cukai sebesar 57%. APVI mencatat bea cukai dari vape sudah menyumbangkan sebesar 700 miliar rupiah sejak awal cukai berlaku. Sehingga cukai penerimaan dari rokok elektrik ini secara tak langsung memiliki semangat membangun negeri lewat sumbangannya.

Bahkan produsen dan importir secara sukarela telah mendaftarkan diri dan telah menghasilkan pungutan cukai tidak kurang dari 500 miliar rupiah di tahun 2019. 

Dengan alasan itu, Paguyuban Asosiasi Vape Nasional meminta Pemerintah untuk mengkaji regulasi rokok elektrik ini secara holistik. Salah satunya dengan belajar dari Inggris dalam menangani kasus rokok elektrik ini. 

“Kita bisa belajar dari Inggris yang memiliki rekam jejak di mana vape dinilai mampu menurunkan prevalansi perokok. Bahkan, ada dua rumah sakit di Inggris yang membuka toko vape di rumah sakitnya guna menurunkan prevalensi merokok, yakni Sandwell General Hospital di West Bromwich dan Birmingham City Hospital, keduanya dikelola oleh Lembaga Kesehatan Milik Pemerintah Inggris,” mengutip keterangan hasil rilis Pernyataan Bersama Paguyuban Asosiasi Vape Nasional yang diterima tim Viva, Senin (18/11).

Menurut APVI, pihaknya menilai bahwa kekhawatiran seputar vape dapat dimaklumi jika didasarkan kepada berita-berita yang terjadi di Amerika belakangan ini. Namun, pihaknya juga menegaskan bahwa pemerintah harus memahami pemberitaan di luar. Pemahaman tersebut, terkait dengan produk ilegal yang secara halus masuk ke dalam konsumsi masyarakat Amerika saat mengonsumsi rokok elektrik, seperti THC dan CBD.

Perlunya Keterbukaan dan Kejujuran

Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh AVI terhadap pelarangan rokok elektrik ini. AVI berpendapat bahwa pelarangan vape sangat berbahaya bagi kebijakan kesehatan publik di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini yang diperlukan adalah keterbukaan, kejujuran dan penelitian lokal. 

AVI menegaskan bahwa kata kunci yang harus dilihat dari permasalahan regulasi rokok elektrik adalah peredaran produk ilegal. Krisis yang terjadi di Amerika terjadi karena produk ilegal THC. 

Sehingga menurut AVI diperlukan keterbukaan dan kejujuran karena masyarakat perlu mengetahui bahwa yang menyebabkan krisis kesehatan di Amerika bukanlah disebabkan oleh vaping itu sendiri, melainkan disebabkan penyalahgunaan dan pemakaian narkoba dalam bentuk THC ilegal dan semua konsisten mengandung Vitamin E acetat yang sangat berbahaya bagi tubuh apabila komponen ini dihirup. 

“Mengapa kasus paru-paru hanya terjadi di AS dan tidak di Inggris yang sudah lebih lama mengatur produk elektronik? Keterangan dari Public Health England menyatakan bahwa kasus di AS tersebut tidak terjadi karena konsumsi produk nikotin yang diatur oleh otoritas kesehatan Inggris dalam jangka panjang. Di Inggris sendiri produk rokok elektronik diatur lebih ketat (guna melindungi konsumen) bila dibandingkan dengan di AS. Hal inilah yang perlu dipelajari oleh otoritas kesehatan di Indonesia,” ujar Appnindo dalam pernyataannya. 

Menurut Appnindo, dalam mengatur industri baru ini dibutuhkan investasi dalam penelitian ilmiah dan studi tentang rokok elektronik terutama di Indonesia. Di sisi lain, AVI juga menambahkan bahwa jalan keluar dari permasalahan ini adalah menciptakan iklim coexist. Dimana Pemerintah bersama-sama dengan seluruh stakeholder industri vape di Indonesia termasuk asosiasi yang tergabung dalam Paguyuban Asosiasi Vape Nasional, bersama-sama saling membangun, diatur, ditata, di monitor dan dikembangkan bersama-sama.